Ketika Dakwah Indentik dengan Jubah

Islam datang bukan untuk memporak-porandakan semua tatanan budaya dan kebiasaan manusia, tidak pula untuk menghancurkan tradisi yang telah ada.

Dalam konteks budaya dan kebiasaan, Islam bahkan memerintahkan agar kaum muslimin selalu menselaraskan diri mereka dengan tradisi dan kebiasaan yang ada. Allah berfirman:
خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ

Jadilah engkau pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. Qs:Al araf: 199.

Kata-kata “Urf” dalam bahasa Arab bermakna: perkara baik yang telah dikenal dan familiar dengan manusia. Kebalikannya adalah kata-kata “mungkar” yang berarti sesuatu hal yang dianggap jelek dan asing bagi manusia karena menyelisihi apa yang mereka kenal.

Keuniversalan Islam sebagai agama yang rahmatan lil alamin dan agama yang mudah dan toleran, membuat ia diterima semua bangsa-bangsa dunia dengan segala adat istiadat mereka selama tidak menyalahi rambu-rambu dan batasan syariat.

Dengan leluasa Islam menyebar ke seluruh bangsa-bangsa besar, semisal Romawia, Persia dan lain-lainnya, karena toleransinya terhadap budaya dan tradisi setempat. Bahkan para ulama fikih telah menetapkan salah satu kaedah fikih yang begitu indah:
العادة محكمة
“Tradisi itu adalah ketetapan hukum”.

Dalam banyak hal, ketika nash-nash syariat tidak merinci dengan detail, maka ketentuan adat dan tradisi menjadi acuan yang baku.

Sebutlah tentang ketentuan nafkah, jarak safar, mahar, dll semuanya mengacu kepada hukum kebiasaan.

* * *

Meskipun perkara ini perkara yang jelas dan terang seterang mentari di kala tidak berawan, masih ada saja “akal-akal yang sempit” selalu mempermasalahkan tentang pakaian yang dikenakan kaum muslimin, dan membangun kebencian dan kecintaan di atasnya.

Anda akan pusing melihat mereka begitu ketatnya mengingkari kaum muslimin yang mengenakan celana”Pantholun” yang menurut mereka adalah budaya kafir dan bentuk tasyabbuh meniru mereka.

Seolah-olah “lisanul hal” mereka mewajibkan setiap lelaki muslim memakai jubah dan qamis ala Rasulillah –shallalahu alaihi wa sallam-. Siapa yang tidak berjubah maka ia dianggap bukan sosok muslim yang ideal dan beradab.

Dengan memakai celana panjang-meskipun luas dan longgar-cukup untuk menjadi alasan mereka, mencemooh, mencerca dan menghina seseorang.

* * *

Nabi -shallalahu alaihi wa sallam- pernah memerintahkan kaum muslimin untuk memakai celana dalam sabdanya:

تسرولوا وائتزروا وخالفوا أهل الكتاب. رواه أحمد وحسنه الألباني.
Pakailah celana dan sarung dan selisihi ahli kitab. HR. Ahmad dan dihasankan oleh Syeikh Al-Albani.

Dalam Sunan Nasa’i dari jalur Suwaid bin Qais berkata: aku dan Makhrafah al -abdi mendatangkan pakaian dari negeri Hujur, maka kami menemui Nabi ketika kami di Mina, kala itu ada seorang tukang timbang yang diupah sedang menimbang pakaian-pakaian itu, maka Nabi membeli dari kami celana-celana dan berkata kepada penimbang tersebut: “timbanglah dan lebihkan”. Hadis ini juga disahihkan oleh Al-Albani. Teks Arabnya seperti di bawah ini:

جلبت أنا ومخرفة العبدي بزا من هجر فأتانا رسول الله صلى الله عليه و سلم ونحن بمنى ووزان يزن بالأجر، فاشترى منا سراويل. فقال للوزان: زن وأرجح .والحديث صححه الألباني.

Berkata Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad:

فصل واشترى صلى الله عليه وسلم سراويل، والظاهر أنه إنما اشتراها ليلبسها، وقد روي في غير حديث أنه لبس السراويل، وكانوا يلبسون السراويلات بإذنه. انتهى

Fasal, dan Nabi –shallahu alaihi wa sallam– pernah membeli celana, zahirnya beliau membeli untuk dikenakan, dan telah diriwayatkan lebih dari satu hadis bahwa beliau pernah memakai celana, juga mereka-para sahabat-memakai celana dengan izin dari Nabi.

* * *

Terlepas dari khilaf para ulama apakah Nabi pernah pakai celana atau tidak, yang jelas beliau izinkan sahabat memakainya. Sekalipun ada yang mengklaim bahwa tidak ada nash yang menunjukkan generasi sahabat pakai celana, bukankah pakaian adalah bagian tradisi yang hukum asalnya adalah mubah sampai ada larangan dari syariat..?

Kepada para pemuja jubah dan gamis -tanpa niat merendahkan pakaian tersebut- mengapa Anda tidak sekalian memelihara rambut yang panjang setelinga ataupun sebahu sebagaimama tradisi Rasulullah dan para sahabat..?

Mengapa Anda tidak memakai serban ala Nabi dan para sahabat, dan membangun kebencian dan kecintaan di atas serban dan rambut sebahu…??

Mengapa Anda juga tidak meniru makanan Nabi, yang ghalibnya adalah kurma….
Kendaraan Nabi yang ghalibnya adalah unta, bighal dan keledai…

Kenapa Anda tidak menaruh kebencian pada orang-orang yang mengendarai motor, mobil ataupun makan nasi, tempe, tahu, oncom dan semisalnya, sebesar kebencian yang Anda arahkan kepada kawan-kawan yang pakai celana, dan menggunakan sarana radio dan televisi sebagai media dalam berdakwah…??

Yang lebih miris lagi, Anda berpesta pora dengan internet, gadget maupun android di atas penghinaan Anda terhadap kawan-kawan yang telah bersusah payah menggiring manusia kepada dalil dengan menggunakan fasilitas-fasilitas modern semisal televisi dan radio, di mana letaknya inshaf Anda wahai saudaraku…??

——-
Bukit Tinggi, 1 Sya’ban 1437 h/ 8 Mei 2016.

Abu Fairuz Ahmad Ridwan My.