Jadi Pelajar Di UIM (Universitas Islam Madinah)

MIMPI BANYAK ORANG

Jadi pelajar di UIM, adalah harapan banyak orang, khayalan sebagian santri,dan mimpi kebanyakan orang tua.

Bayangkan, sekolah full beasiswa, tak perlu keluar modal untuk beli tiket dan biaya kehidupan, para pelajar dapat tiket PP tiap musim libur panjang ke negeri masing-masing, bisa ikut halaqah di masjid nabi dari para ulama senior, bisa pergi haji dan umrah, dapat uang saku tiap bulan, dapat uang ganti beli pakaian dan buku pertahun, dst.

Universitas Islam Madinah adalah mentari yang menyinari bumi dengan puluhan ribu bahkan mungkin jutaan alumni yang telah menyebar dan berkpirah di seluruh penjuru dunia, menyampaikan risalah Rasulullah, menepis kabus syubuhat dan syahwat.

DITERIMA DI UIM ADALAH UJIAN

Kesuksesan hidup seseorang tidak bergantung dengan tempat dan kampus dimana dia belajar, tapi kesuksesan itu adalah taufiq dari Allah semata.

Kuliah di UIM tidak pernah menjanjikan dirimu pasti sukses, berhasil jadi ulama, dai dan muballigh, semua terpulang pada keikhlasan niat, kesungguhan, keseriusan dan kerajinan dirimu, tentunya setelah taufiq dari Allah.

Menjadi mahasiswa UIM yang tersohor dan bergengsi adalah ujian bagi para mahasiswa yang bilamana ia tidak mewaspadai dan menjaga diri niscaya kan menemui kegagalan di masa depannya.

PROBLEM BELAJAR DI UIM

Inilah kiranya sejumlah problematika belajar di UIM dan perkara-perkara yan berpotensi menggangu fokus belajar bila tak disiasati bisa membuat gagal :

1. Lalai dengan Hp, dengan segala sesuatu yang ada padanya, baik berupa game, medsos, tontonan video dsb.

2. Terbuai dengan kerja tambahan yang terkadang menggangu jam belajar dan fokus muraja’ah, mulai dengan ikut bekerja di travel, sibuk menjadi muthawwif, handling penjemputan di bandara, pengurusan hotel dll.

3. Menggabungkan antara belajar dan berkeluarga, dimana problem terbesar mahasiswa yang sudah menikah adalah berjauhan dengan istri dan anak-anak yang bagi -sebagian mahasiswa- menggangu belajarnya, terlebih pengantin baru yang baru menikah beberapa saat lantas berangkat belajar ke UIM dengan meninggalkan istrinya, bahkan ada yang gagal studi lantaran permintaan istri yang tak tahan di tinggal.

4. Tak pandai dalam memiih teman.

5. Mencukupkan diri hanya belajar di kampus, terluput dari belajar di masjid Nabawi, tidak ikut halaqah masyayikh senior, dan jarang berinteraksi dengan mereka.

6. Tidak segera mencari mahasiswa senior yang sholeh dan istiqamah dalam belajar, dan bermanhaj sebagai pembimbing ketika awal kedatangan.

7. Condong mengikuti syahwat yang haram dan bermaksiat, dan tidak segera bertaubat dan beristighfar, mulai dengan pacaran, menonton konten-konten yang diharamkan agama dst.

8. Terlalu bergantung dengan diri, kehebatan dan kecerdasan, kurang bergantung pada Allah dan kurang berdoa.

9. Tidak memanfaatkan berbagai halaqah penambah ilmu di masjid Nabawi, mulai dari setoran hafalan quran, setoran hafalan mutun dll.

10. Lemah berbahasa arab disebabkan over bergaul dengan anak bangsanya, jarang berbahasa arab, jarang membaca kitab tambahan, dan jarang mendengarkan halaqah masyayikh yang sarat ilmu dan uslub berbahasa arab.

11. Tidak mengamalkan ilmu yang didapat, karena mengikuti hawa nafsu, atau mengikuti orang banyak, dan tradisi masyarakatnya, atau taqlid kepada guru-guru lamanya meski telah datang padanya kebenaran, dan nyata baginya kekeliruan sang guru.

Terakhir faktor yang pailing menentukan keberhasilan studi di UIM dan keberhasilan setelah tamat menjadi da’i yang menjadi lentera penyuluh masyarakat, adalah niat ikhlas hanya mengharap wajah Allah dan negeri akhirat, dan sebaliknya faktor terbesar gagala adalah niat yang tidak lurus dalam belajar hanya sekedar mengejar ijazah, gelar, popularitas, dan gemerlap dunia.

Wallahu a’lam.

—————————

Bekasi, 2 Jumadil Akhir 1445/15 Des 2023

Abu Fairuz Ahmad Ridwan My