Menata amalan hati

Menata amalan hati

Keutamaan amalan hati

Beruntunglah bagi seorang hamba yang tau jalan menuju Allah…aduhai, alangkah malangnya nasib seorang hamba yang habis usianya dimakan zaman sementara hatinya terhalang untuk dapat memperbaiki hubungannya dan tak mampu menjaga hak Tuhannya…wahai orang yang tidak pernah mencium bau ikhlas, obati hatimu, tata dia, ikhlaskan, perbaiki niatmu, yang Allah kehendaki dari seorang hamba adalah kebaikan hati.

Pernah Zun Nun ditanya siapakah orang-orang yang rendah itu? Maka dia menjawab:”yaitu orang yang tidak mengenal dan mengetahui jalan menuju Allah”. Jalan menuju Allah dicapai dengan merendahkan hati dan mengikhlaskannya kepada Zat Yang mengetahui segala yang ghaib.

Bersabda Rasulullah [saw] :

ألا وإن في الجسد مضغةإذا صلحت صلح الجسد كله وإذا فسدت فسد الجسد كله ألا وهي القلب”

“ketahuilah sesungguhnya dalam jasad itu ada seonggok daging jika dia baik, maka baiklah seluruhnya dan jika dia rusak maka rusaklah seluruhnya dialah hati”. HR. Bukhari.

Berkata Abu Hurairah [ra] bersabda Rasulullah [saw]: Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada rupa-rupa kalian dan harta kalian, tetapi sesungguhnya Dia hanya melihat kepada hati kalian dan amalan kalian.HR. Muslim.

Berkata Mua’wiyah [ra], bersabda Rasulullah [saw] :

إنما الأعمال كالوعاء إذا طاب أسفله طاب أعلاه وإذا فسد أسفله فسد أعلاه.

Sesungguhnya amalan itu bagaikan wadah air yang jika baik bawahnya maka baik pula atasnya, jika jelek bawahnya maka jelek pula atasnya”. HR. Ibnu Majah no. 4119 sahih

Berkata bnul Qayyaim [rh]:”siapa yang mengamati syariat pada sumber-sumbernya, akan mengetahui hubungan antara pebuatan badan dan amalan hati, bahwa tiada berguna amalan luar tanpa diiringi amalan hati, dan amalan hati lebih tinggi nilai kewajibannya daripada amalan tubuh, bukankah dibedakannya seorang mukmin dari orang munafik dengan apa yang terdapat dalam hati masing-masing?, karena itu ibadah hati lebih tinggi dari ibadah anggota badan, lebih besar( ganjarannya) dan lebih kontinu dan dituntut dalam setiap waktu. (Bada’iul Fawaid, Ibnu Alqayyim 3/330.

Kesalehan hati terkait dengan sebesar apa keikhlasan yang ada padanya

Berkata Aljunaid:

إن لله عبادا عقلوا, فلما عقلوا علموا, فلما عقلوا عملوا, فلما عملوا أخلصوا, فاستدعاهم الإخلاص إلى أبواب الخير أجمع

Sesungguhnya Allah memiliki hamba-hamba yang berakal, takala mereka berakla maka mereka beramal, tatkala mereka beramal maka mereka mengikhlaskan amal, maka keikhlasan mereka menarik mereka untuk membuka seluruh pintu-pintu kebaikan”.

Ikhlas adalah karunia Allah yang bagaikan celak menghiasi mata hati hamba-hamba-Nya yang sholeh, Allah [swt] berfirman:”

“والذين جاهدوا فينا لتهدينهم سبلنا”

“dan orang-orang yang berjuang pada jalan kami, maka kami akan berikan bagi mereka jalan-jalan petunjuk kami
.
Berkata Aljunaid [rh]: ” Yaitu jalan-jalan keikhlasan”.

Pintu Ikhlas senantiasa terbuka maka masukilah dia niscaya anda akan dapat mencapai rahmat Allah dan mendapat perlindungannya, dijaga dan ditutup dari kesalahan, diberi rezeki dan dicukupkan, masuklah ke dalam pintu ikhlas dan bersimpuhlah di taman-taman para mukhlisin, engkau akan mendapati makna yang paling berharga dalam hidupmu, jika ia hilang darimu maka niscaya engkau akan kehilangan hakikat dari kehidupanmu , Karena hidup dengan badan semata tak ubahnya kehidupan binatang, Allah berfirman:”Kami telah menyampakkan ke dalam neraka jahannam kebanyakan dari golongan jin dan manusia yang mereka memiliki hati-hati tapi tidak digunakan berfikir, mereka memiliki mata-mata tapi tidak mampu melihat, meeka memilik telinga namun tidak dapat mendengar dengannya, mereka itu tak ubahnya binatang bahkan lebih sesat.QS: Al-A’raf: 179.

Ikhlas itu perkara yang sulit

Berkata Ghazali [rh]: “telah tersingkap bagi para pemilik hati yang disinari dengan cahaya iman dan cahaya Alquran bahwasanya tidak akan mungkin seseorang mencapai kebahagian kecuali dengan ilmu dan ibadah, dan seluruh manusia adalah binasa kecuali oorang-orang yang berilmu, sementara seluruh orang yang berilmu akan binasa kecual yang mengamalkannya, semua orang yang mengamalkan ilmunya akan binasa kecuali yang orang –orang yang ikhlas, sementara orang-orang yang ikhlas pun dalam keadaan bahaya yang selalu mengikutinya.

Maka amalan tanpa ikhlas hanyalah keletihan belaka, dan niat jika tidak diringi ikhlas itulah namanya riya, yang setara dengan kemunafikan, setingkat dengan kemaksiatan, sementara keihlasan tanpa kejujuran adalah sia-sia, padahal Allah telah berfirman: “maka kami datangkan mereka dengan apa-apa yang telah mereka lakukan , kemudia kami jadikan amalan mereka sia-sia bagikan debu yang berterbangan”.QS: Alfurqan: 23.

Aduhai…bagaimana mungkin seseorang dapat memperbaiki niat jika dia tidak mengetahui apa itu niat? bagaimana mungkin sesorang dapat ikhlas jika dia tidak mengenal apa itu ikhlas? Bagaimana mungkin seserang berusah menjadi jujur jika dia tidak paham apa itu kejujuran? Maka kewajiban perrtama bagi seseorang yang inggin melakukan ketaatan kepada Allah agar dia belajar apa itu niat terlebih dahulu agar dia memahami, kemudian hendaklah dia berupaya meluruskannya dengan amal setelah mengetahui hakikat jujur dan ikhlas yang keduanya adalah sarana hamba untuk meraih keselamatan dan keikhlasan”. Al-Ihya 4/315.

Berkata Sahal bin Abdullah at-Tusturi [rh]:” niat adalah keikhlasan, sebagaimana sesuatu yang zahir dihukumi dengan amal yang ditampakkan maka yang tersembunyi pun akan dihukumi dengan niat, maka barang siapa yang tidak mengenal apa itu niat dia tidak mengenal agamanya, barang-siapa yang menyia-nyiakan niatnya maka dia adalah orang yang kebingungan, dan tidaklah seseorang mencapai hakikat niat sehingga Allah memasukkan dirinya kedalam golongan orang-orang yang jujur”.

Berkata Yahya bin Katsir [rh]:”Belajarlah tentang niat maka dia lebih utama daripada amal”.

Berkata Ayyub Assakhtiyani [rh]:” Meluruskan niat bagi para ahli ibadah lebih sulit dari segala bentuk amalan.

Berkata Atsauri:” Adalah mereka (para salaf) lebih dahulu mempelajari niat untuk beramal sebagaimana mereka belajar bagaimana beramal, beliau berkata:” Tidak pernah aku merasakan ada yang lebih sulit daripada meluruskan niatku yang selalu berubah rubah”.

Berkata Sufyan bin Uyainah [rh]:” ada seorang ulama yang berkata:” Ada dua hal aku berusaha untuk mengobatinya sejak tiga puluh tahun: yaitu meninggalkan ambisi antara diriku dengan manusia dan mengikhlaskan amal untul Allah [swt]”.

Ditanyakan kepada Sahal bin Abdullah at-tusturi [rh]:” Apa yang paling sulit bagi jiwa? Dia menjawab:” Ikhlas, sebab ikhlas menghilangkan segala tendensi diri. Ihya 3/331.