Pelajaran paling berharga setelah mempelajari ilmu “jarh dan ta’dil” yang intinya adalah…bagaimana para perawi hadis terdahulu ada yang mendapatkan pujian ulama setinggi langit semisal ”tisqah, tsabt, hujjah, amirul mukminin fil hadis dan semacamnya…
Sebaliknya ada pula para perawi hadis yang mendapatkan celaan jelek direndahkan dengan serendah-rendahnya, seperti lafaz ”dhaif, kazzab(pendusta), dajjal… dan semacamnya..
Maka ambillah pelajaran untuk dirimu kelak, apakah ketika hidup dan setelah wafat, dirimu kan menuai pujian manusia dengan kebaikanmu, dan kontribusimu untuk manusia dan orang banyak, dengan sebutan ”orang jujur, dermawan, pahawan, orang alim, orang zuhud dan ahli ibadah, pemurah dan rela berkorban” dan semacamnya..
Atau dikalungkan di lehermu rantai celaan dan umpatan manusia dikala kau hidup atau setelah matimu dengan ucapan mereka ”pendusta bin penipu, perampok bin pencuri, pecundang bin pengkhiat, koruptor bin manipulator, pengkhianat…dan semacamnya”.
Zaman tak kan pernah basa-basi terhadapmu, ia kan menilaimu apa adanya, ukirlah sejarahmu di prasasti emas yang bernilai, bukan dalam lembaran hitam yang dicampakkan sejarah dalam kumuhnya lubang sampah dan tempat pembuangan.
Hilangkan segala tendensi dan kepentingan dirimu, tak perlu mencari tenar dan populer, sebarkan kebaikan meski dirimu tak dikenal, cintai Allah segenap kemampuanmu, bila Allah mencintaimu…pastikan bahwa manusia kan memberikan cintanya yang tulus padamu…
*nasehat yang sangat berkesan dari Syeikh Ziyad Al Abbadi –hafizahullah-“
———-
Batu, Malang 24 Syawwal 1440/28 Juni 2019
Abu Fairuz My