Krisis Jodoh

Ada beberapa ikhwan minta bantuan kami untuk mencarikan jodoh bagi puteri-puterinya, ikhwan yang sholeh dan sekufu dengan puterinya.

Ada yang puterinya jebolan pesantren, dah selesai hafal 30 juz Alquran, status mengajar di sekolah Islam, ada pula yang anaknya sedang koas dr gigi, ada yg sudah S2, dan ada beberapa orang lagi yang saya tak ingat. Semuanya berharap segera menikah, namun hingga kini masih belum ketemu jodoh.

Pada kemana semua nih “ngacir” nya para ikhwan-ikhwan yang sudah ngaji? sudah ditungguin tak nongol-nongol.

Alasan kelasiknya macam-macam ”belum siaplah, belum mapanlah, belum beranilah” dst, yang membuat semakin panjangnya daftar tunggu akhwat-akhwat kita.

Aneh bin ajaib rasanya, semakin banyak yang ngaji, namun semakin banyak yang takut menikah, menunjukkan betapa tipis tawakkalnya pada Allah, seolah rezeki itu di tangan mereka sendiri hingga merasa tak sanggup memberi rezeki istri dan anak-anaknya kelak.

Subhanallah, mau dikemanakan ayat-ayat Allah yang menjanjikan kecukupan dari Allah bagi yang menikah? berapa banyak juga perkataan Nabi yang menjanjikan kewajiban Allah membantu siapa yang ingin menikah?

Semakin ke depan fitnah syahwat semakin menakutkan, sementara para perjaka ting-ting mampunya hanya “melamun” dan “berkhayal” saja.

AKU TAK MAU DIPOLIGAMI

Diantara sejumlah penghalang terwujudnya pernikahan adalah wanita zaman now tak mau dipoligami, jangankan yang masih bujangan yang berstatus jandapun masih “buanyak” yang ogah dipoligami. Tetap setia menunggu yang perjaka maupun duda asal tidak dipoligami, akhirnya takdir membawa mereka untuk “menua” bersama penantian tak jelas.

Fenome masa kini, yang punya keberanian dan punya kemampuan kebanyakannya adalah kawan-kawan yang sudah beristri satu bahkan lebih. Meski poligami sendiri banyak dikotori oleh orang yang tidak bertanggung jawab dan tidak adil, namun masih tetap ada dan tidak sedikit yang mampu berlaku adil dan bertanggung jawab terhadap istri-istri dan anak-anaknya. Di sisi lain banyak juga kehidupan rumah tangga monogami, tetapi suami tidak bertanggung jawab pada istri dan anak-anaknya. Inti permasalahannya bukan dipoligami atau tidak, tetapi mental suami sebagai pengayom keluarga ada atau tidak.

JANGAN POLIGAMI ANAKKU

Diantara faktor lainnya, adalah sebagian wali yang ketakutan bilamana puterinya dipoligami dijadikan istri kedua, ketiga, atau ke empat.

Faktor kekhawatiran ini banyak dan bervariasi, ada yang takut anaknya gagal berumah tangga, khawatir diserang madunya, tak siap dicemooh masyarakat dan keluarga dan seterusnya. Akhirnya ketika datang lelaki yang bertanggung jawab, mampu berlaku adil dan mampu mengayomi istri-istrinya, ia tetap menolak bahkan sebagian mengancam puterinya, dampaknya, waktu terus berputar, umurpun semakin bertambah, pria lajang yang ditunggu tak kunjung datang, sementara yang duda pun takut menikah lagi.

Bunga-bungapun layu sebelum berkembang dan kelopaknya berguguran dihembus angin waktu, dedaunan menguning dan akhirnya jatuh berserakan di tanah.

SALAF DAN POLIGAMI

Generasi salaf, adalah sebaik-baik contoh dalam segala bab kehidupan, diantara dalam bab pernikahan. Mereka tak merasa malu dan sungkan bilamana puteri mereka yang masih belia dilamar oleh senior sahabat-sahabat mereka.

Lihatlah Ali bin Abi Thalib yang rela menikahkan puterinya yang belia-Ummu Kaltsum dengan Umar Bin Khattab yang telah beristri padahal jarak keduanya begitu terpaut jauh.

Lihat pula Umar Bin Khattab tak merasa sungkan menawarkan puterinya Hafshah yang berstatus janda muda setelah ditinggal wafat suaminya Khunais bin Hudzadah kepada sahabat-sahabat dekatnya, mulai dari Utsman, kemudian Abu Bakar dan terakhir Nabi yang semuanya sudah beristri, namun akhirnya Nabi yang mempersuntingnya, padahal kala itu Hafsah masih berusia antara 20-21 tahun dan Nabi berusia 55 tahun.

PENUTUP

Akan datang masanya seorang pria mengayomi 50 orang wanita sebelum hari kiamat, mulai dari istri-istrinya, puteri-puterinya, saudari-saudarinya hingga bibi-bibinya. Zaman itu jumlah wanita meledak dibandingkan jumlah lelaki, 1 banding 50.

Kini jumlah wanita dimana-mana lebih banyak dari jumlah pria, Allah maha tau kondisi zaman karena itu Allah menghalalkan bagi pria menikahi 4 wanita agar para wanita terayomi dan mulia menjadi istri-istri, daripada perselingkuhan yang semakin marak menjamur, pelacuran dan perzinahan yang merajalela, pelecehan seksual dan seterusnya.

Duhai para akhwat, apakah gerangan yang menghalangimu menerima pinangan lelaki yang bertanggung jawab meski jadi istri kedua, ketiga, maupun ke empat?

Batam, 01 Zulqa’dah 1446/29 April 2025

Abi Fairuz Ahmad Ridwan My