Gaya Hidup

GAYA HIDUP

Bila kail panjang sejengkal
Jangan laut hendak diduga
Carilah rezeki dengan halal
Meski hidup tak pernah kaya

Setiap orang punya gaya hidup dan “style” yang berbeda-beda sesuai “background” pendidikan, lingkungan, pola asuh orang tua, wawasan dan agama yg diyakini.

Selama dalam batas kewajaran, seseorang boleh saja memanjakan dirinya dan keluarganya dengan barang-barang bagus dan mahal yg serba ‘lux’. Dia boleh mengatakan :”inilah style saya” dan jangan diganggu” !

Meskipun demikian, jika seseorang mencukupkan diri dengan membeli sesuatu yang murah dan tidak mewah, dengan alasan ingin lebih tawadhu dan sederhana, dan untuk menghindari diri dari sifat sombong dan takabbur padahal ia mampu membelinya…maka inilah yang lebih utama.

Dari jalan Abu Umamah bin Tsa’lah ia mengkisahkan bahwa pada suatu hari para sahabat Nabi membincangkan perkara dunia di sisi beliau, mendengar itu maka Nabi –shallallahu alaihi wasallam– bersabda:

أَلَا تَسْمَعُونَ ؟ أَلَا تَسْمَعُونَ ؟ إِنَّ الْبَذَاذَةَ مِنْ الْإِيمَانِ، إِنَّ الْبَذَاذَةَ مِنْ الْإِيمَان ”

Tidakkah kalian mau mendengar? tidakkah kalian mau mendengar? Sesungguhnya “al bazazah” itu adalah bagian dari iman”.

HR. Abu Daud dan disahihkan syeikh Al-albani dalam sahih targhib”.

Makna kalimat “bazazah ” menurut Almunziri yaitu:”
التّواضع في اللّباس برثاثة الهيئة، وترك الزّينة، والرّضا بالدّون من الثّياب ”

Tawadhu dalam hal berpakaian dengan, tidak tampil necis, parlente tanpa acceesorris yang menghias dan rela memakai pakaian berharga murah.

Maksud hadis di atas, bahwa memilih pakaian, kendaraan, rumah, perhiasan, jam yang tidak mahal dan mentereng-padahal ia mampu membelinya-karena ingin lebih tawadhu, adalah bagian dari keimanan.

Sebaliknya, memiliki dan membeli segala perangkat di atas dengan harga yang mahal untuk tujuan pamer, berbangga-bangga, merendahkan orang atau melakukan pemborosan yang berlebihan adalah tindakan yang diharamkan yang akan mengurangi iman.

Kalaupun misalnya ada seseorang yang membeli perangkat di atas dengan harga mahal -karena ia mampu dan bukan untuk niat pamer dan sombong- maka tidak pula ia dianggap berdosa.

Sebagian ulama menyatakan bahwa tidaklah tercela seseorang yang memiliki kemampuan membeli baju dan semisalnya dengan harga yang mahal selama ia sesekali, menggunakan pula baju dan perangkat-perangkat yang murah, untuk melatih dirinya agar bertawadhu.

Maksud Nabi daeri hadis tersebut bahwa kaum muslimin jangan terlalu sibuk dengan kemewahan dunia membuat mereka lupa akhirat. Karena itulah Nabi melarang para lelaki terlalu menyibukkan diri dengan mengurus rambutnya, menyisirnya, meminyakinya…dst, kecuali sesekali dan tidak berketerusan.

* * *

Gaya hidup yang tercela adalah ketika seseorang benar-benar menjadi konsumtif ingin memiliki segala yang dia inginkan meskipun terkadang tidak benar-benar dibutuhkan.

Atau terkadang ia butuhkan namun “rasio sehatnya” mengatakan bahwa ia tak kuasa untuk memilikinya karena terbatasnya “budget”…tetapi malangnya, tetap ia paksakan untuk memilikinya, sekalipun dari jalan-jalan yang haram.

Semboyan hidup mereka adalah mencapai target kesenangan hidup meski dengan “menghalalkan segala cara”. Cara pandang komunis yang terkutuk.

Dampak kasat nyata dari gaya hidup yang menyimpang ini adalah pengkhianatan dan penipuan disegala lini kehidupan.

Untuk makan enak orang menipu…
Untuk berpakaian mahal kejujuran tak laku…
Untuk punya mobil mewah leasing dan lembaga keuangan berbasis riba di tuju…
Untuk punya rumah mewah jaminkan BPKB, sertifikat rumah, perhiasan emas bahkan SK pegawai ke bank-bank, ke pegadaian tanpa rasa malu…
Untuk tampil “wah, parlente, bonafit, keren, gaya artis, pengusaha muda, pejabat dan konglomerat” dengan cara licik dan culas ‘kesusu’….
Tunggulah azab yang tinggal ketok palu…
Dikerangkeng di penjara KPK bertahun bukan berminggu…
Apalagi dinegeri akhirat azab menunggu tak pernah jemu…

Saudaraku…

Semoga kita, keluarga dan masyarakat dapat mendidik diri untuk lebih sederhana… Mencukupkan diri dengan apa yang ada..
Daripada harus ngutang kemana-mana..
Setelah itu ngacir tak tampak muka..
Setelah “bon” numpuk di warung bertimpa-timpa…

* edisi mengingatkan diri dan keluarga

————————————-
Mekah, 24 Zulqa’dah 1437 / 27 Agust 2016

Abu Fairuz Ahmad Ridwan My