Syahadat Bukan Sekedar Ucapan

jam gadang mekkah

Penulis : Ustadz Abu Fairus LC

Dua kalimat syahadat adalah pintu gerbang memasuki agama Islam. Siapapun yang ingin memasuki agama ini harus ter­lebih dahulu meng ikrarkan, memahami isi dan meng er jakan kon sekwen sinya. Tanpa memahami makna dan konsekwen­sinya maka ucapan yang di ikrarkan seseorang akan menjadi perkataan yang tidak bermakna.

Dua kalimat syahadat bukanlah sekedar ucapan. Sebab kalaulah sekedar ucapan, maka tidak ada pem beda antara seorang munafik dan orang ber iman. akan setara kedudukan  Abdullah bin Ubay seorang pemim pin kaum munafikin, dengan Rasulullah Sholallahu alaihi wa sallam  pemim pin kaum muk minin, karena keduanya meng ucapkan ikrar yang sama.

Kalaulah sekedar melafazkan, tidak akan pernah ber kobar peperangan melawan para pembangkang yang enggan mem­bayar zakat. Tidak pula per nah ditabuh gen derang perang ter hadap Musailamah Al-Kazzab sang nabi palsu ber ikut para pengikut nya di masa khalifah Abu Bakar As-Shiddiq memim pin, tidak akan di eksekusi Ja’d bin Dir ham maupun Al-Hallaj oleh pemerintah kaum muslimin dikala itu, karena seluruhnya mengikrarkan syahadat.

Tulisan ini adalah upaya meluruskan pemahaman sebagian kaum mus limin yang memahami bahwa inti islam itu ada pada ucapan dua kalimat syahadat saja, dan keis laman seseorang tidak akan per nah batal selama dia masih tetap meng ucapkan dua kalimat tersebut.

Orang yang memuja kuburan para wali, melakukan  thawaf padanya, meyem belih nazar atas nama mereka sam bil beristighatsah meng harapkan ban tuan mereka agar dijauhkan dari mara bahaya, ber keyakinan bahwa jimat dapat men­datangkan keberun tungan, menolak musibah, dapat menyem buhkan penyakit, dukun dapat meng etahui per kara ghaib, menyem belih untuk jin dan seterus nya, menurut ang gapan mereka tidak  mem batalkan ketauhidan pelakunya, selama pelakunya masih meyakini bahwa hanya Allah lah satu-satunya pen cipta dan selama pelakunya masih meng ucapkan dua kalimat syahadat tadi.

Tiada kebaikan bagi orang-orang yang memp roklamirkan keis laman nya tanpa meng getahui makna la ilaha illallah. Bahkan Abu Lahab dan Abu Jahal lebih baik pemahaman nya ter hadap kalimat tauhid ini, lebih meng erti kan dungan nya dan kon­sekwensi meng ucap kan nya. Karena itulah mereka dan kafir Quraisy enggan mengucapkannya.

Setiap kali Nabi Shalallahu alaihi wa sallam menyeru mereka untuk meng atakan ucapan ini, mereka menolak nya. Per nah suatu ketika Nabi Shalallhu alaihi wa sallam meng um pulkan mereka dan ber kata : ”Wahai manusia, katakan La Ilaha illallah kalian akan ber jaya, kalian akan men jadi penguasa bangsa Arab dan menaklukkan bangsa Ajam. Jika kalian wafat kalian akan jadi raja-raja di surga[1]. Namun mereka menolak dan ber kata:” Bagaimana mung kin men jadikan Tuhan-Tuhan yang banyak men jadi satu Tuhan? Alang kah aneh nya seruan Muhammad”.

Ber kata syeikh Muham mad At-Tamimi-rahimahullah : “Jika eng kau meng etahui bahwa orang-orang kafir yang jahilpun meng etahui makna la ilaha illallah, maka sung guh aneh bagi orang yang menyatakan keis laman tidak paham tafsir kalimat ini seba gaimana yang diketahui orang jahil kaum kuffar. Ang gapan mereka yang ditun tut hanyalah melafazkan kalimat ini tanpa dibarengi itikad qalbu ter hadap kon sekwensi mak nanya. Lebih ironis lagi orang yang diang gap ulama dari mereka meng gang gap makna la ilaha illallah ialah bahwa tidak ada yang men cipta, mem beri rezeki,  meng gatur kecuali Allah saja. Maka tiada kebaikan bagi seseorang (yang meng aku beriman.red), jika orang kafir yang jahil lebih paham darinya ten tang makna la ilaha illallah”[2] .

Kaum musyrikin sepakat menolak seruan Muham mad karena paham makna kalimat ini dan tun tutan nya. Dengan meng­ucap kan nya ber arti mereka harus mening galkan agama nenek moyang dan mening galkan segala ben tuk per ibadatan kepada Tuhan-Tuhan mereka. Kon sekwensi lain mereka harus kafir kepada Latta dan Uzza mereka dan tidak lagi mem per­sem bahkan sem belihan mereka kepada berhala-berhala mereka.

Adapun kaum musyrikin abad ini yang menis batkan diri mereka kepada Islam, senan tiasa melan tunkan ucapan la ilaha illallah, mewirid kan nya, bahkan melagukan nya. Tetapi mereka batalkan ucapan ter sebut dengan perbuatan-perbuatan yang melang gar hak tauhid yang ter ang kum dalam kalimat syahadat.

Tiada guna meng ingk rarkan syahadat bagi orang-orang yang duduk ber sim puh khusyuk di hadapan makam kramat yang dijadikan tem pat meminta dan memuja selain Allah. Apalah arti syahadat bagi orang yang meng gang gap keris, batu akik, jimat dan sejenis nya dapat men datangkan keber kahan, manfa’at dan menolak mara bahaya dan musibah.

Makna la ilaha illallah , Rukun, Kon sekwensi, Syarat dan Sebagian Keran cuan Dalam Menafsirkannya

Hakikat makna dari kalimat la ilaha illallah yaitu meyakini dan meng ik rarkan bahwa tiada  ilah yang diibadati dengan hak  kecuali Allah, istiqomah dengan nya dan meng amalkan kon sekwen sinya[3]. Makna ini melahirkan kon sekwensi bahwa segala ben tuk per ibadatan yang dilakukan hamba harus diniatkan dan diper sem bahkan untuk Allah semata. Baik ber ben tuk doa, nazar, sem belihan, tawakal, istighatsah, memohon syafaat, dan sebagainya.

La ilaha illallah memiliki dua rukun yang tidak dapat dipisahkan. Per tama : Nafi yang ter kadung dalam kalimat la ilaha. Kedua Its bat yang ter kan dung dalam kalimat Illallah.

Makna Nafi yaitu menolak segala ben tuk per ibadatan kepada tuhan-tuhan selain Allah, bahwa segala tuhan yang disem bah dari selain Allah adalah batil. Makna ini melahirkan kon sekwensi kafir kepada thagut, mem benci kesyrikan dan kaum musyrikin, anti kekufuran dan kaum kafir, ber lepas diri dari mereka, dan menanamkan keben cian abadi ter hadap mereka sam pai mereka ber iman kepada Allah ta’ala. Seba gaimana kisah ber lepas dirinya Nabi Ibrahim dari kaum nya dalam firman Allah ta’ala :

قَد كانَت لَكُم أُسوَةٌ حَسَنَةٌ فى إِبرٰهيمَ وَالَّذينَ مَعَهُ إِذ قالوا لِقَومِهِم إِنّا بُرَءٰؤُا۟ مِنكُم وَمِمّا تَعبُدونَ مِن دونِ اللَّهِ كَفَرنا بِكُم وَبَدا بَينَنا وَبَينَكُمُ العَدٰوَةُ وَالبَغضاءُ أَبَدًا حَتّىٰ تُؤمِنوا بِاللَّهِ وَحدَهُ

Sesung guh nya telah ada suri tauladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang ber sama dengan dia,  ketika mereka ber kata kepada kaum mereka: “Sesung guh nya Kami ber lepas diri dari kamu dari dari  apa yang kamu sem bah selain Allah, Kami ing kari (kekafiran)mu dan telah nyata antara Kami dan kamu per musuhan dan keben cian buat selama-lamanya sam pai kamu ber iman kepada Allah saja (Q.S.Al-Mumtahanah:4)

Makna its bat yaitu menetapkan hanya Allah ta’ala Tuhan yang hak untuk disem bah, diibadati, diagungkan, dicinta dan diharap. Makna ini melahirkan kon sekwensi   men cin tai tauhid dan ahli tauhid, mem berikan loyal kepada mereka dengan men jadikan mereka seba gai wali-wali. Tidak akan mung kin ber kum pul dalam hati seorang muk min dua hal yang ber ten­tangan, antara meng ibadati Allah ta’ala dan meng ibadati selain nya, Antara men cin tai Allah ta’ala dan Rasul nya dengan men cin tai musuh keduanya. Allah berfirman :

لا تَجِدُ قَومًا يُؤمِنونَ بِاللَّهِ وَاليَومِ الءاخِرِ يُوادّونَ مَن حادَّ اللَّهَ وَرَسولَهُ وَلَو كانوا ءاباءَهُم أَو أَبناءَهُم أَو إِخوٰنَهُم أَو عَشيرَتَهُم ۚ أُولٰئِكَ كَتَبَ فى قُلوبِهِمُ الإيمٰنَ

Kamu tak akan men dapati kaum yang ber iman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menen tang Allah dan Rasul-Nya, Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak, saudara-saudara ataupun keluarga mereka. meraka Itulah orang-orang yang telah menanamkan keimanan dalam hati mereka (Q.S.Al-Mujadilah: 22)

Ter dapat beberapa keran cuan yang dilakukan sebagian kaum mus limin dalam memahami makna la ilaha illallah. Dian tar­nya adalah :

  1. la ilaha illallah dipahami mereka dengan menafsirkan bahwa mak nanya adalah tiada pen cipta kecuali Allah ta’ala. Penafsiran ini rancu karena belum mem buat orang yang meng ucap kan nya masuk Islam dan ber tauhid dengan benar. Sebab jika makna la ilaha illallah hanya menun tut seorang meyakini bahwa tidak ada pen cipta kecuali Allah ta’ala, maka kon sekewen sinya kaum musyrikin Arab diang gap telah ber iman karena mereka menyakini bahwa hanya Allah ta’ala  saja sang pen cipta.  Mereka tidak per nah meyakini berhala-berhala mereka seba gai pen cipta. Bahkan Iblis pun diang gap ber iman karena Iblis meyakini dan paham bahwa Allah ta’ala  adalah penciptanya.
  2. la ilaha illallah dipahami mereka dengan menafsirkan bahwa mak nanya yaitu tiada yang ber hak mem buat hukum kecuali Allah ta’ala. Penafsiran ini juga rancu karena keyakinan bahwa Allah ta’ala saja yang ber hak mem buat hukum belum dapat mem buat nya seba gai ahli tauhid jika masih melakukan kesyirikan.
  3. la ilaha illallah dipahami mereka dengan menafsirkan bahwa mak nanya yaitu tiada yang wujud kecuali Allah. Penafsiran ini tidak hanya rancu tapi juga sangat menyesatkan karena mak nanya bahwa segala sesuatu yang wujud tidak lain adalah Allah ta’ala. Pemikiran ini diadopsi dari Ibnu Al-Arabi yang dikafirkan para ulama karena meng ang­gap semua yang dialam ini adalah jel maan tuhan. Maha suci Allah dari penafsiran seperti ini.

Syahadat la ilaha illallah memiliki beberapa syarat yang harus ada dalam meng ik rar kan nya. Tidak sah ucapan syahadat seseorang jika tidak ter kum pul dalam ikrar nya syarat– syarat ter sebut, yaitu : meng etahui mak nanya, meyakininya dan mem­benarkan di dalam hati, menerimanya dengan lapang dada, tun duk dan pas rah dengan segala keten tuan nya, ikh las dalam meng ucap kan nya, dan men cin tai kalimat ini dengan segala konsekwensinya.

Tiada guna meng ik rarkan syahadat bagi orang yang tidak meng etahui apa mak nanya, ragu dalam meng ucap kan nya, menolak untuk meng amalkan kon sekwen sinya, tidak mau tun duk dan pas rah dengan segala keten tuan nya, melakukan kesyirikan, ataupun men dus takan dan mem benci kalimat ini.

Makna Syahadat Muham mad Rasulullah Sholallahu alaihi wa sallam , Rukun, Syarat dan Konsekwensinya

Tidak sem purna syahadat seseorang dengan meng ik rarkan kalimat la ilaha illallah semata jika tidak di ikuti dengan syahadat Muham mad Rasulullah Sholallahu alaihi wa sallam . Sebab salah satu kon sekwensi dari meng ik rarkan kalimat tauhid yang per tama adalah mem benarkan rasul yang men jadi utusan nya. Maka siapapun yang tidak mem per sak sikan Muham mad Sholallahu alaihi wa sallam seba gai Rasul yang diutus Allah ta’ala  sama artinya men dus takan Allah ta’ala yang telah meng ang kat dan mengutusnya.

Kedua syahadat ini merupakan dua kalimat yang tidak dapat dipisah-pisahkan, men dus takan salah satu dari keduanya sama dengan men dus takan keduanya. Kafir ter hadap kalimat yang kedua maka kafir juga kepada kalimat yang pertama.

Kalimat tauhid yang per tama meng ikat hati manusia agar meng ikh laskan segala ben tuk ibadah hanya kepada Allah ta’ala. Maka apapun gerak gerik hamba yang di nilai ibadah harus ditujukan kepada Allah ta’ala semata. Tetapi manusia tidak akan dapat menyem bah Allah ta’ala,   meng etahui ten tang diri-Nya, nama-nama maupun Sifat-sifat-Nya, tidak juga meng­etahui bagaimana jalan men dekatkan diri kepada-Nya, men cari ridho-Nya secara lang sung tanpa melalui jalan dan cara yang diajarkan Rasulullah Sholallahu alaihi wa sallam. Maka kalimat syahadat kedua ini meng ikat seluruh ang gota zahir manusia agar ber amal, ber ibadah sesuai dengan cara Rasulullah Sholallahu alaihi wa sallam.

Maka makna syahadat Muham mad Rasulullah yaitu meng akui lahir batin bahwa beliau adalah hamba Allah  dan utusan-Nya kepada seluruh manusia, dan meng amalkan kon sekwensi ikrar ter sebut dengan mem benarkan apa yang diberitakan­nya, melak sanakan apa-apa yang diperin tah kan nya, men jauhi apa-apa yang dilarang nya dan tidak menyem bah Allah  kecuali dengan apa yang disyariat kan nya.[4]

Rukun syahadat Muham mad Rasulullah  ter diri dari dua perkara :

yang per tama meyakini bahwa beliau adalah Hamba Allah.  Dengan meyakini bahwa beliau adalah hamba, dapat diketahui kesalahan orang-orang yang ter lam pau ber lebihan menyan jung, memuja bahkan mem berikan sebagian sifat ketuhanan kepada Rasulullah Sholallahu alaihi wa sallam. Allah  memerin tahkan beliau ber kata kepada Manusia :

قُل إِنَّما أَنا۠ بَشَرٌ مِثلُكُم

” Katakanlah : Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu” (Q.S.Al-Kahfi 110).

Alangkah sesatnya orang-orang yang meminta bantuan, berdoa, beristighatsah, memohon lindungan dari mara bahaya kepada beliau Sholallahu alaihi wa sallam.

Adapun rukun yang kedua yaitu meyakini Beliau adalah utusan Allah. Dengan meyakini beliau adalah seorang utusan Allah, dapat diketahui kesalahan orang-orang yang ter lalu meren dahkan beliau, melecehkan hukum nya, bahkan meng­gangap beliau tak ubahnya seba gaimana manusia lain nya yang bisa saja salah, keliru, bahkan tersesat. Allah  berfirman:

قُل إِنَّما أَنا۠ بَشَرٌ مِثلُكُم يوحىٰ إِلَىَّ أَنَّما إِلٰهُكُم إِلٰهٌ وٰحِدٌ

Katakanlah: Sesung guh nya aku ini manusia biasa seperti kamu yang telah menerima wahyu: “Bahwa Sesung guh nya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. (Q.S.Al-Kahfi 110).

Artinya walaupun beliau manusia biasa seba gaimana manusia lainnya yang dapat gembira, bersedih, makan, minum,sakit dan perkara lain nya, namun beliau mem bawa risalah Ilahi yang tidak dimiliki manusia lain nya. Karena itu apapun yang beliau sampaikan adalah wahyu yang harus dibenarkan dan diterima. Hukum, keputusan, petun juk, akidah, ibadah maupun cara bermuamalah beliau adalah contoh suri tauladan yang harus dipanuti.

Adapun syarat dan konsekwensi meng ikrarkan ucapan Muham mad Rasulullah, ter ang kum dalam poin-poin berikut ini:

  1. Meng akui dan mem benarkan kerasulan nya dalam hati.
  2. Meng ik rarkan kesak sian ter sebut dengan lisan
  3. Meng ikuti petun juk beliau, baik ber upa men jalankan per in tah maupun men jauhi larangannya.
  4. Mem benarkan  apa yang diberitakan baik yang ber kaitan dengan per kara ghaib yang telah ber lalu maupun yang akan datang.
  5. Mencintai beliau lebih daripada men cin tai diri sen diri, harta, orang tua, anak, dan seluruh manusia.
  6. Men dahulukan  per kataan beliau dari pada per kataan siapapun dan meng amalkan sunnahnya.

 

Penutup

Banyak orang yang meng aku cinta kepada Nabi Sholallahu alaihi wa sallam , meng aku seba gai pengikut nya, tetapi tida guna dakwaan jika tidak di ikuti dengan bukti. Ber kata seorang penyair Arab : ”Setiap orang meng aku punya hubungan khusus dengan Laila, sayang Laila tidak per nah mem benarkan pengakuan mereka”. Kalaulah dakwaan cinta kepada nabi Sholallahu alaihi wa sallam cukup dengan sekedar ucapan belaka, alang kah banyak nya pengikut Nabi Sholallahu alaihi wa sallam. Sayang  dakwaan tidak sah tanpa men datangkan bukti.

Allah  telah menurunkan ayat seba gai tim bangan kebenaran dakwaan orang-orang yang meng aku men cin tai Allah ta’ala. Allah berfirman :

قُل إِن كُنتُم تُحِبّونَ اللَّهَ فَاتَّبِعونى يُحبِبكُمُ اللَّهُ وَيَغفِر لَكُم ذُنوبَكُم ۗ وَاللَّهُ غَفورٌ رَحيمٌ

Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) men cin tai Allah, ikutilah Aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengam pun lagi Maha Penyayang.”(Q.S.Al-Imran:31).

Kebenaran dakwa cinta akan ter bukti jika seseorang benar-benar men jadikan Rasulullah Sholallahu alaihi wa sallam seba­gai panutan nya dalam segala sisi kehidupan beliau, baik dalam akidah, ibadah, muamalah, siyasah maupun akhlaknya.

Semoga Allah ta’ala  senan tiasa mem bim bing kita agar dapat meniti jalan yang ditapak Rasulullah Sholallahu alaihi wa sallam, tetap ber sabar di atas nya, hingga kematian men jem put kita

wallahul musta’an.


[1]Mukhtasar Sirah Ar-Rasul,Muham mad bin Abdul Wahhab. Hlm.60

[2] Kasyfu As-Syubuhat,Muham mad  At-Tamimi. Hlm. 44.

[3] Aqidah tauhid, DR. Sholeh Fauzan. Hlm. 39

[4] Aqidah Tauhid,DR.Sholeh Fauzan, hlm. 40

One thought on “Syahadat Bukan Sekedar Ucapan