Bismillah, puji bagi Allah, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah atas Baginda Rasulullah [saw] para sahabat, para tabi”in dan orang yang mengikuti jalan mereka hingga hari kiamat. Amma ba”du:
Dalam perjalanan hidup, anak manusia senantiasa menghadapi kesenangan hidup yang harus dia syukuri; penderitaan dan kesulitan hidup yang harus dia sikapi dengan sabar, dan ketergelinciran dalam melangkah, terjatuh dalam kubangan dosa-dosa yang harus dia sikapi dengan segera bertaubat, beristighfar dan menyesali dosa-dosa yang telah dia lakukan dengan upaya tidak terjebak ke dalam lubang yang sama pada masa berikutnya.
Orang yang berhasil menyikapi hidup dengan syukur tatkala dapat nikmat, sabar tatkala menapatkan musibah dan istighfar tatkala berdosa dan bersalah, maka hakikatnya mereka itulah orang yang beruntung dalam hidup ini, baik di dunia maupun di akhirat. Sebgaimanan yang telah disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam” alwabil as-Shayyib”
Dosa-dosa akan melahirkan petaka
Allah telah menggariksan bahwa setiap bentuk dosa, akan melahirkan malapetaka di dunia sebelum akhirat, seandainya dosa tidaklah mendatangkan bencana kecuali kering dan gersangnya jiwa, tidak tersentuh dengan firman Allah, sempit dada dan merasa gundah gulana setiap masa….maka cukuplah hal tersebut sebagai hukuman atas dosanya.
Lihatlah Bapak kita Adam [saw] karena satu dosa yang dia lakukan, maka Allah mengusirnya dari dalam Syurga, melepaskan pakaian kemulian yang dia kenakan dalam surga, berlari telanjang mencari persembunyian karena malu kepada Allah. Kemudian hidup dengan segala kesulitan bersusah payah di dunia…..hanya satu kesalahan yang dia lakukan dengan kelalaian.
Mari kita berkaca kepada kepada umat-umat yang telah terdahulu, bagaiamana Allah mejungkir balikkan negeri mereka, membenamkan ke dalam perut bumi, menenggelamkan, dan memporak porandakan mereka dengan angin maupun suara halilintar.
Umat Nabi Nuh dengan pembangkangan mereka menolak dan melecehkan Nabi Nuh, Allah tenggelamkan mereka serta bumi seisinya. Tidaklah selamat kecuali orang-orang yang diatas bahtera Nuh dari golongan orang-orang yang beriman. Demikian pula ummat Nabi Sholeh, Nabi Syu’aib, Nabi Hud, Nabi Luth, Firaun dan kaumnya umat Nabi Musa…dst., seluruhnya Allah binasakan tatkala bermaksiat menentang para Nabi mereka.
Pelajaran perang Uhud
Mari bercermin dari kekalahan kaum musliimin dalam perang Uhud, padahal mereka hanya melakukan satu kesalahan, namun berakibat fatal dan berdampak terbunuhnya tujuh puluh orang sahabat-sahabat Rasul yang terbaik, mereka kucar-kacir dan berlari meninggalkan Rasulullah[saw]. hanya karena satu kesalahan saja, yaitu menentang perintah Rasulullah untuk tidak turun dari gunung. Lihatlah celakanya maksiat…hanya disebabkan segelintir orang, maka kaum muslimin harus mereguk pahitnya piala kekalahan, padahal disana ada Rasulullah, Abu Bakar [ra] dan Umar [ra], tetapi Allah tidak pandang mereka dan tetap memberikan kepada mereka pelajaran berharga untuk tidak diulangi.
Efek-efek dosa dan maksiat
Berkata Ibnu Qayyim [rh] dalam kitab “ad-da’u wa as-Dawa'”:
Dosa-dosa membawa efek yang sangat jelek dan tercela, dapat membahayakan hati, badan bahkan dunia dan akhirat seseorang—hanya Allah yang mengetahui betapa dahsyatnya bencana itu,diantaranya:
1. Dihalangi untuk mendapatkan ilmu: karena sesungguhya ilmu itu adalah cahaya yang dipancarkan Allah pada hati seseorang,sementara maksiat akan menutupi hatinya.
Tatkala imam Syafi’i [rh] membaca di hadapan Imam Malik rh], maka beliau kagum dengan bacaan Syafii dan kecerdasan dan sempurnanya pemahamannya, beliau berkata kepada Syafi‘i: Aku melihat bahwa Allah [swt]telah memberikan cahaya di dalam hatimu maka jangan kau padamkan cahaya itu dengan gelapnya kemaksiatan.
Berkata Imam Syafi”I : Aku mengadukan kepada guruku Waki’ tentang hafalanku yang jelek,maka Dia menganjurkanku untuk meninggalkan maksiat dan dia berpesan:” ketahuilah bahwa ilmu itu adalah karunia, maka karunia Allah tidak akan diberikan kepada pelaku maksiat.
2. Dihalangi untuk mendapatkan rezeki, sebagaimana takwa adalah penyebab datangnya rezeki, maka dosapun penyebab tertahannya rezeki dan datangnya kefakiran. Tidakklah ada jalan singkat yang dapat mendatangkan rezeki seseorang kecuali dengan meninggalkan maksiat.
3. Kegundahan dan kerisauan yang dirasakan hamba dalam dirinya seolah ada jurang yang memisahkan dirinya dengan Allah.
Perasaan risau disebabkan dosa tidak akan dapat dibandingkan dengan kenikmatan taat kepada Allah, walaupun ditukar dengan seluruh kenikmatan dunia. Hal ini hanya dapat dirasakan oleh orang yang masih memiliki hati yang hidup, adapun orang yang telah mati hati, maka tidak ada rasa sama sekali dengan kemaksiatan yang dia lakukan. Sebagaimana ungkapan penyair:
وما لجرح بميت إيلامُ
Bangkai Tiada pernah merasa ketika disayat
4. Perasaan galau dan asing,perasaan tersisihkan dalam berinteraksi dengan manusia, apalagi dengan orang-orang saleh. Semakin kuat perasaan terasing dari komunitas mereka ,dan semakin jauh jurang yang memisahkan dirinya dari mereka, maka akan hilang kesempatan mengambil berkah bergaul dengan mereka, dan semangkin dekat dirinya dengan bala tentara syetan. Dan semakin jauh dari bala tentara Allah Yang Maha Pemurah.
Perasaan ini semangkin menggunung hingga dirinya pun gagal membina hubungan yang baik dengan orang-orang terdekat bagi dirinya, seperti isri, anak maupun kerabatnya. bahkan dia menjadis asing bagi dirinya sendiri. Berkata sebagaian ulama salaf:
إني لأعصي الله فأرى ذلك في خُلُق دابتي وإمرأتي
Sesungguhnya aku terkadang bermaksiat kepada Allah, maka aku dapati dampaknya terjadi pada perubahan yang kulihat dari kuda dan istriku..
5. Membuat seluruh urusannya menjadi sulit dan buntu, sebagaimana kebalikannya bahwa orang yang bertakwa kepada Allah niscaya akan dimudahkan segala urusannya. Sayangnya terkadang hal ini tidak dipahami hamba bahwa kesulitan yang dia dapatkan adalah efek dari kemaksiatan yang dia lakukan.
6. Kegelapan yang dia rasakan menyelimuti hatinya, persis sebagaiman perasaan sempit yang dirasakan seseorang ketika dalam kondisi gelap gulita tanpa cahaya di malam yang kelam.
Sebab ketaatan itu adalah cahaya yang dapat menerangi hati seseorang , sebagaimana maksiat akan membuat gelap hati seseorang semangkin gelap malam, semangkin dahsyat kebingungannya sehingga dia tergelincir melaksanakan berbagai bid’ah dan kesesatan, dan hal-hal yang menjerumuskan dirinya pada kehancuran tanpa dia sadari.
Persis bagaikan seorang buta yang dikeluarkan berjalan sendiri di malam hari yang gelap. Semangkin dahsyat kegelapan yang menyelimuti hatinya maka akan terlihat pada matanya yang kemudian diraut mukanya yang terlihat kelam. Berkata Abdullah bin Abbas:
إن للحسنة ضياءً في الوجه , ونوراً في القلب وسعة في الرزق , وقوة في البدن , ومحبة في قلوب الخلق , وإن للسيئة سواداً في الوجه وظلمة في القلب , ووهناً في البدن , ونقصاً في الرزق وبغضة في قلوب الخلق .
Sesungguhnya kebajikan itu akan membuat wajah cerah bersinar, menerangi hati dan melapangkan rezeki, mengkuatkan badan dan membuat dicintai makhluk, sebaliknya kejelekan itu akan membuat hitam wajah pelakunya, mmebuat suram hatinya, ,melemahkan fisiknya, mengurangi rezekinya dan membuat makhluk murka padanya.
7. Maksiat melemahkan hati dan badan.
Betapa maksiat melemahkan hati manusia bahkan dapat menghilangkan hidupnya, adapun orang beriman, kekuatannya ada pada kekuatan imannya, berbeda dengan orang kafir yang terkadang terlihat kuat fisknya namun dia menjadi begitu lemah tatkala membutuhkannya. Lihat bagaimana kuatnya fisik tentara Persia dan Romawia, namun kekuatan itu hilang ketika berhadadapan dengan bala tentara kaum mukminin yang dapat mengalahkan mereka dengan kekuatan fisik yang bersumber dari kekuatan iman
8. Maksiat menghalangi seseorang untuk berbuat taat.
Setiap bentuk dosa yang dilakukan akan menghalangi satu kemaksiatan dan begitulah seterusnya , karenanya hilanglah banyak bentuk ketaatan yang sebenarnya mampu dia lakukan yang jika dinilai lebih baik dari dunia seisinya.
Perumpamaannya adalah bagaikan seorang yang mengkonsumsi makanan yang membuat dirinya menderita sakit yang berkepanjangan menghalanginya untuk menyantap berbagai makan menu makanan yang lebih baik daripada apa yang dia makan dan membuatnya sakit.
9. Maksiat memendekkan umur dan menghilangkan keberkahan.sebaliknya kebaikan akan memanjangkan umur dan keberkahan.
Memang ada perselisihan diantara para ulama tentang memaknai pendeknya umur pelaku maksiat, ada yang berpendapat bahwa pendeknya umur pelaku maksiat maksudnya adalah hilangnya keberkahan umur, dan hal ini benar dan bagian dari kejelekan maksiat, Ada pula yang memaknai pendeknya umur dengan dekatnya ajal.
pendapat lain, bahwa makna maksiat memendekkan umur yaitu, kemaksiatan akan mematikan hati pelakunya. Orang dianggap hidup dalam kacamata agama tatkala hatinya hidup dan dimakmurkan dengan iman dan ketaatan kepada Allah, sebaliknya orang-orang kafir yang hidup dan berjalan dimuka bumi pada hakikatnya mereka adalah bangkai-bangkai berjalan tanpa cahaya iman. Imanlah yang menjadi standar hakiki menilai seseorang hidup ataupun mati. Allah berfirman tentang orang-orang kafir:”
أمواتٌ غيرُ أحياء
Mereka adalah orang-orang yang mati dan tidak hidup.Q.S. An-Nahlu: 12
Ibnul Qayyim [rh] menyimpulkan bahwa hakikat kehidupan adalah hidupnya hati, dan umur manusia hakikatnya adalah masa hidupnya ketika senantiasa merasa bersama Allah, maka kebaikan, ketaqwaan, dan ketaatan yang dia lakukan semasa hidupnya itulah hakikat umurnya. Sebaliknya jika hamba berpaling dari Allah dan melakukan maksiat maka berkuranglah umurnya senilai dengan kemaksiatan yang dia lakuka.
.
10. Maksiat akan melahirkan maksiat lainnya hingga kelak ketika seseorang telah candu melakukannya akan sulit berlepas diri darinya.
Berkata para ulama salaf:”Sesungguhnya hukuman atas perbuatan dosa adalah lahirnya dosa lain setelahnya. Dan ganjaran kebaikan adalah lahirnya kebaikan lain setelahnya. Seseorang jika melakukan kebaikan maka kebaikan itu akan memanggilnya untuk melakukan kebaikan yang lain dan begitulah seterusnya hingga keuntunggannya berlipat ganda dan kebaikannya semangkin menggunung.Demikian juga dengan maksiat yang diperbuat hamba, akan menyeru dirinya untuk melakukan maksiat lainnya.
Akhirnya baik ketaatan yang terus dilakukan dan maksiat yang terus dibuat akan menjadi kebiasaan yang lekat dan menjadi bagian dari karakter seseorang. Maka jika orang yang terbiasa melakukan ketaatan terhalangi hingga tidak melakukannya, dia akan merasa betap sempitnya hatinya dan betapa sempitnya dunia bagi dirinya, seolah-oalah dirinya bagaikan seekor ikan yang di pisahkan dari air hingga ikan tersebut dikembalikan lagi kedalam air, maka begitulah keadaan hatinya yan galau hingga dapat kembali melakukan ketaatan.
Sama halnya dengan pelaku maksiat yang terhalangi untuk melakukan maksiatnya, betapa sempitnya hatinya dan betapa galau dirinya jika digiring untuk melakukan ketaatan higga dia dapat kembali melakukan maksiat.
Bahkan sebagaian pelaku maksiat terpaksa harus terus melakukan maksiat tanpa rasa nikmat sediki juapun, tanpa ada hajat kecuali karena merasa sempit hati meninggalkan perbuatan yang telah menjadi kebiasaan tersebut. Sebagaimana yang telah diungkapkan gembong pelaku maksiat Alhasan bin Hani’ dalam syairnya:
وكأس شربت على لذة
وأخرى تداويت منها بها
Secawan khamar kureguk dengan rasa nikmat
Sementara cawan lainnya kreguk tuk kujadikan obat
Berkata penyair lainnya:
وكانت دوائي وهي دائي بعينه
كما يتداوى شارب الخمر بالخمر
Dialah obat penawarku dan dia juga sebab penderitaanku
Sebagaimana pereguk khamar menjadikannya sebagai obatnya.
Padang, 18/2/2012 bertepatan dengan 26 Rabiul Awal 1433 h.