Da’i yang bijaksana adalah da’i yang faham kondisi zaman dimana ia berada.
Da’ yang bijak adalah da’i yang faham apa kontribusi yang mampu ia berikan terhadap ummat.
Da’i yang bijak adalah da’i mengerti dan tau cara menjauhkan ummat dari berbagai badai fitnah yang melanda ummat, faham bagaimana cara mengembalikan mereka pada jalan yang lurus, jalan yang telah dibentangkan Nabi shallallahu alaihi wa sallam.
Hendaknya da’i melek membaca keadaan dan kondisi ummat,kemudian faham langkah-langkah apa yang ia mampu lakukan.
Kondisi ummat ini sekarang bukanlah sebagaimana kondisi di zaman Nabi. Pemahaman terhadap agama dan tingkat pengetahuan tentan Islam tidak pula sama dengan apa yang ada di masa Nabi.
Dengan demikian bukanlah bijak jika da’i tergesa-gesa dan tidak faham sekala prioritas dalam menyusun langkah dan strategi menterapi berbagai penyakit ummat yang beragam.
Perumpamaan ummat zaman ini bagaikan seorang pasien yang datang ingin berobat kepada seorang dokter. Ia datang membawa penyakit yang telah komplikasi. Dari penyakit yang ringan,sedang hingga berat ada padanya. Ada yang hilang timbul dan ada yang terus menerus berdenyut tak henti mengganggunya.
Da’i yang bijak bagaikan sang dokter yang Arif yang faham mendiagnosa penyakit pasien, faham penanganan penyakit skala prioritas, tidak serta merta spontan memberikan segala bentuk obat untuk sekaligus di konsumsi pasien yang dapat membahayakan nyawanya.
PENYAKIT UMMAT
Tubuh ummat ini benar-benar sedang digrogoti berbagai macam bentuk penyakit. Mulai dari penyakit kronis “kesyirikan ” yang merajalela dengan segala fenomena nya. Kuburan di sembah dan dipuja, dunia klenik dan perdukunan, jimat dan tangkal-tangkal..dst.
Berikutnya adalah penyakit bid’ah yang memporak porandakan kaum muslimin, membuat mereka berpecah belah bahkan saling menumpahkan darah. Tak usah heran jika ada kasus seorang anak yang beribadah mendekatkan diri pada Allah dengan menyembelih ibunya yang dianggap murtad, membunuh ayahnya yang dituduh kafir yang ia lakukan di hari jum’at dan di bulan Ramadhan.
Perpecahan disebabkan bid’ah ini telah meluas dan merebak dari sekala kecil hingga sekala besar. Perselisihan disebabkan bida’ah telah sukses mengoyak-ngoyak tubuh kesatuan ummat, menimbulkan permusuhan antar individu, kelompok masyarakat, antar lembaga-lembaga dan ormas Islam, bahkan antar negara.
Tak berhenti hingga di situ, bahkan firnah perpecah belahan ini juga merebak ke kalangan ahli sunnah. Tak perlu merasa aneh apabila kau dapati ada sebagian ahli sunnah, bertaqarrub mendekatkan diri kepada Allah dengan men”tahzir” saudara-saudara mereka seakidah semanhaj. Menghalangi orang dari mendengarkan kajian mereka, tak menegur sapa bahkan memboikot mereka.
Lebih kronis dari itu,”tahzir”pun melampaui batas hingga mengenai kaum muslimah dan para istri di rumah.
Merembet hingga tuduhan kepada da’i yang mereka tahzir bahwa segala asset kekayaan berupa rumah, kendaraan dll,adalah disebabkan da’ i tersebut dapat dana dengan menjual agama dan manhajnya kepada musuh dakwah.
La haula wala quwwata illa billahi..
Penyakit brikutnya yang tak kalah menggerogoti ummat adalah penyakit maksiat yang merajalela. Setiap larangan Alquran berupa dosa besar telah dilanggar kaum muslimin.
Sebut saja dosa zina, dosa riba, khamar, judi dst… ada pada ummat Islam.
UPAYA REFORMASI KELOMPOK ISLAM
Melihat kronisnya dan kompleksnya permasalahan ummat,muncullah upaya berbagai kelomok ummat untuk mengembalikan kejayaan Islam yang hilang. Tiap kelompok berupaya mendiagnosa penyakit ummat dan memberikn terapinya.
– Ada yang berpendapat bahwa sebab malapetaka di ummat ini adalah kezaliman penguasa yang tak becus mengurusi ummat. Menurut mereka solusinya adalah dengan membangun kekuatan bersama demi menumbangkan rezim yang zalim dan lalim itu. Mereka mulai melakukan islah dengan jalan revolusi berdarah, penggulingan kekuasaan, hingga akhirnya kekacauan terjadi di mana-mana. Negeri-negeri kaum muslimin caos dan berhasil dikuasai negeri -negeri musuh.
– Sebagian kelompok menganggap bahwa akar perpecahan ditubuh ummat adalah dakwah kepada akidah yang menurut mereka merobek-robek baju ukhuwwah islamiyah. Menyatukan kaum muslimin dengan satu akidah akan memicu perpecahan disebabkan telah mengakarnya beragam firqah,sebut saja Mu’tazilah, Asya’ariyyah, Maturidiyyah ..dst yang memiliki perbedaan pandang. Menurut mereka wajib menjauhkan segala sebab perpecahan, karena itu dakwah yang relevan adalah dakwah kepada moral, akhlak, pebaikan hati dst. Kelompok ini telah bekerja puluhan tahun untuk mewujudkan mimpi mereka meraih kejayaan ummat,namun sayangnya hingga kini mimpi tersebut belum juga terwujud.
– Sebagian kelompok yang didominasi para pemuda belia berusaha mengembalikan kejayaan Islam yang menurut mereka harua dengan membuat daulah, pasukan dan tentara. Solusi ummat adalah tegaknya “khilafah” yang harus di wujudkan. Tak cukup sekedar pemikiran mereka telah wujudkan “negara khilafah” meski diatas darah kaum muslimin yang tidak setuju dengan pemikiran mereka. Anyir darah kaum muslimin tertumpah di berbagai belahan bumi disebabkan mereka. Tanpa mereka sadari mereka dimanfaatkan musuh-musuh Islam untuk menjadi “peluru-peluru” yang ditembakkan ke tubuh ummat. Tak perlu musuh Islam mengotori tangan mereka dengan darah kaum muslimin,cukuplan pionir-pionir mereka kelompok radikal membantai sesama kaum muslimin.
– Sebagian kelompok menganggap kegagalan kaum muslimin adalah efek dari seruan kembali ke syariah, yang menurut mereka adalah sebab kemunduran. Mereka melihat musuh-musuh Islam berjaya karena meninggalkan agama, maka wajib bagi kaum muslimin tidak boleh terlalu fanatik menjalankan agama. Karena itulah mereka begitu getolnya menyebarkan virus “Liberalisasi” di tengah-tengah ummat.
Jika ingin maju, wajib tidak kolot ikut ajaran agama, dengan itulah mereka berteriak-teriak menyerukan kebebasan kaum wanita untuk tidak berhijab dan ikut tradisi Islam atas nama “emansipasi wanita” dan issu “gender”.
Bersambung…
*refleksi dari kajian Syeikh Ibrahim Ruhaili “hikmah”.
—————
Solo 22 Rabius Taani 1439 H/ 9 Jan 2018
Abu Fairuz