Adab Dulu Sebelum Ilmu

ADAB DULU SEBELUM ILMU

Zaman ini adalah zaman kemudahan dalam memperoleh ilmu. Segala sarana canggih membuat orang begitu gampangnya meraih gelar-gelar akademi. Gelar Drs (Dokterandus) dan Ir (Insinyur) yang begitu jarang dan langkanya, kini telah dianggap ketinggalan zaman dan tak laku lagi.

Para doktor yang telah meraih jenjang pendidikan S3, tersebar bak kacang goreng. Gelar-gelar MA yang dulu begitu tinggi kini begitu mudah untuk diraih. Alumni-alumni jebolan Timur tengah, beratus, bahkan beribu. Para penceramah dan para orator, para da’i kondang memenuhi segala tempat.

Ditengah banyaknya para akademisi dengan gelar-gelar yang menggetarkan, ditengah-tengah jebolan Timur Tengah yang berkeluaran, kita mendapati kegersangan akhlak orang-orang berilmu dan intelek.

Ustadz “preman” yang tidak memanusiakan manusia dengan tingkah lakunya yang sombong dan kasar, semakin ngetrend.
Status-status tahzir yang mengeluarkan gerombolan nama-nama “penghuni kebun binatang” sudah menjadi hal biasa di dunia medsos dan khutbah maupun ceramah.

Betapa kita merindukan sosok ulama yang menghiasi diri mereka dengan adab dan akhlak yang terpuji. Ulama yang penuh kelembutan dan bijak dalam berkata-kata dan mengambil sikap.

Kita merindukan akhlak ulama salaf turut menghiasi diri kita sebagaimana ilmu mereka yang telah kita serap. Apalah artinya ilmu jika pemiliknya tidak memiliki akhlak dan contoh suri tauladan?.

Memang salah kita yang terlalu cepat belajar ilmu agama sebelum belajar akhlak para ulama. Padahal Abdullah bin AL-mubarak pernah berkata:

طلبت الأدب ثلاثين سنة , وطلبت العلم عشرين سنة , وكانوا يطلبون الأدب قبل العلم

Aku belajar tentang adab selama 30 tahun, sementara ilmu ku tuntut selama 20 tahun.

Berkata Ibnul Jauzi rahimahullah: “Adab itu hampir mendominasi 2/3 bagian dari ilmu.
Dalam kitabnya Madarijus Salikin Ibnul Qayyim menukil perkataan ulama salaf: “pengetahuan tentang adab lebih kami utamakan daripada mempelajari ilmu yang banyak”.

Imam Az-Zahabi dalam Siyarnya(8/13) menukil perkataan Abdullah bin Wahab-rahimahullah-:

“ما تعلَّمنا من أدبِ مالكٍ أكثرُ مما تعلّمنا من علمه”
Apa yang kami pelajari dari adabnya Imam Malik, lebih banyak dari ilmunya yang kami ambil”.

Ibnu Mubarak menceritakan tentang Alhasan Bashri:

كان الرجل يطلب العلم فلا يلبث أن يُرى ذلك في تخشّعه وهديه ولسانه ويده ) .
Setelah beliau menimba ilmu, maka terlihat perubahan yang mencolok dalam kekhusukan, akhlak, pada lisan dan tangannya”.

Berkata Sufyan at-Tsauri:

كانوا لا يخرجون أبناءهم لطلب العلم حتى يتأدبوا ويتعبدوا عشرين سنة).
Dahulu mereka (salaf) tidak mengizinkan anak mereka menimba ilmu hingga mereka terlebih dahulu belajar adab dan ibadah selama 20 tahun.

Berkata Abu Zakariya Yahya bin Muhammad Al-Anbari:

علم بلا أدب كنار بلا حطب ، وأدب بلا علم كجسم بلا روح”

Ilmu tanpa adab bagaikan api tanpa kayu bakar, dan adab tanpa ilmu bagaikan tubuh tanpa ruh”

Al-khatib al Baghdadi di dalam kitab Aljami’ liakhlaqi ar-rawi menukil perkataan orang tua Ibrahim bin Habib kepada dirinya: “wahai anakku, datangilah para ahli fiqih dan ulama dan ambillah ilmu dan akhlak baik mereka, sungguh hal itu lebih kucintai daripada banyaknya hadits yang kau kumpulkan”.

Imam Malik menyebutkan tentang pesan yang disampaikan ibunya padanya:

” يا مالك خذ من شيخك الأدب قبل العلم!.”
Wahai Malik ambillah dari gurumu adabnya sebelum engkau menimba ilmunya”.

Allahu akbar…
Ternyata itulah rahasia kesuksesan mereka di mata ummat. Menjadi figur-figur dan teladan dengan ilmu dan adab mereka yang memenuhi literatur-literatur sejarah ummat manusia.

__________________________
Batam, 29 Jumada Akhir1437 H/ 07 April 2016

Abu Fairuz Ahmad Ridwan My