Problematika Yayasan Dakwah

Inilah sejumlah permasalahan yang selalu terjadi pada yayasan-yayasan dakwah bilamana tidak segera diurai benang kusutnya, diperbaiki, niscaya akan berujung pada kehancuran.

1. Niat dan tujuan yang salah. Yayasan seyogyanya didirikan untuk meninggikan kalimat Allah dan menggiring manusia ke jalan-Nya. Manakala niat mendirikannya terkotori dengan tendensi pribadi, kepentingan segelintir orang, cari popularitas, untuk menyaingi yayasan lain dst.., maka tunggulah kehancuran yayasan tersebut. Setiap insan wajib selalu mengevaluasi niat dan keikhlasannya, karena ikhlas itu pondasi kokoh yang tidak akan menghancurkan bangunan apapun di atasnya.

2. Egoisme para pendiri, pembina, pengurus yang tidak peduli dengan musyawarah dan rapat, tidak menerima masukan, dan kritikan yang membangun. Kesuksesan dalam dakwah dibangun diatas musyawarah dan rapat, karena itulah Allah perintahkan Nabinya agar selalu bermusyawarah dalam banyak ayat, agar kita mencontoh beliau.

3. Sikap keras, kasar, jauh dari perangai lembut dan sabar. Allah telah ingatkan Nabinya bahaya bersikap keras dan kasar dalam firmannya yang artinya: ”sekiranya engkau kasar dan keras hati niscaya mereka akan menjauh darimu”. Seyogyanya tiap kita berusaha untuk selalu mengedepankan kelembutan sikap dan kata-kata sebagai satu kunci keberhasilan. Kata Nabi ”tidaklah kelembutan dalam segala sesuatu kecuali akan menjadikannya indah , dan tidaklah kelembutan dalam sesuatu dicabut kecuali akan membuat ia menjadi buruk”.

4. Merasa banyak jasa terhadap dakwah. Sehebat apapun sepak terjangmu dan kiprahmu dalam dakwah, jangan pernah bangga dan tertipu dengannya. Sikap merasa berjasa akan identik melahirkan sikap jumawa, sikap jumawa menggiring pada kesombongan dan merendahkan orang lain.

5. Tidak berhusnuz zhan terhadap yang lain manakala terjadi perbedaan pandangan dalam berijtihad, seyogyanya setiap orang berusaha mencari uzur bagi saudaranya,tidak cepat menjatuhkan vonis yang tidak nyaman untuk diperdengarkan.

6. Gampang “bete”, cepat ”baper” merasa dicuekin dan tidak diajak bergabung dalam dakwah. Alangkah indahnya manakala setiap orang selalu kreatif mencari dan bertanya apa kontribusi yang dapat dia persembahkan untuk mendukung yayasan, bukan malah menutup diri, apatis, pesimis dan skeptis atas segala putusan.

7. Salah bersikap dalam memposisikan diri. Dakwah ini tidak sama dengan menajemen perusahaan apalagi hirarki komando dalam dunia militer. Dakwah membutuhkan kesabaran, toleransi, sebagaimana toleransinya Nabi terhadap kesalahan banyak para sahabat semisal Hatib bin Balta’ah yang membocorkan rahasia Nabi pada Quraisy untuk menaklukkan Mekah. Hubungan dengan bawah hendaklah dianggap hubungan mitra dalam kesetaraan bukan hubungan antara majikan dan karyawan.

8. Tidak proporsional dan bijak dalam menempatkan anggota pada posisi yang pas baginya. Tiap orang punya sisi kelebihan dan kelemahan, keberhasilan dakwah Nabi karena kemahiran beliau dalam menggali potensi para sahabat dan ketepatan dalam menempatkan mereka, ada Khalid bin Walid si panglima perang, ada Abu Hurairah si perawi hadis, ada Ibnu Masud dan Ibnu Abbas, si Ahli Qiraah dan tafsir dll.

9. Jarang bertemu dan musyawarah, kurang koordinasi .Dinamika dakwah terus berkembang, progres dakwah terus bergulir, problematika pun terus datang silih berganti. Bilamana dihadapi sendiri, kurang koordinasi, biasanya kan banyak masalah menumpuk yang tidak terselesaikan, dan akan menjadi bom waktu yang suatu saat kan meledak dan menghancurkan.

10. Bila bisa bersama mengapa harus berpisah? Fenomena dakwah yang buruk adalah fenomena mikrobakteri bernama “amoeba” yang selalu berkembang dengan membelah diri. Setiap kali tak sesuai dengan keputusan rapat langsung “walk out” dan besok buat yayasan baru. Seyogyanya dipikirkan jauh ke depan maslahat dan mudarat membuat yayasan baru yang tak jarang membuat jurang pemisah, perpecahan, dan “ta’assub” tidak terpuji. Wallahu a’lam.

————–
Dumai, 21 Jumada Ula 1443/ 26 Des 2021