SENJA DI PADANG ARAFAH
Kisbung (kisah bersambung) bag 3
PESAN
Liburan musim panasku berakhir. Besok aku harus kembali ke Madinah. Liburan kali ini bagiku adalah liburan yang spesial dan berbeda dengan masa-masa sebelumnya. Liburan yang menggali kembali lintasan peristiwa yang telah ku kubur. Peristiwa berjumpa dengan sosok yang kini memenuhi mimpi-mimpi dan harapku. Sekalipun ia tidak pernah tau tentangku, apalagi membaca tali asaku yang menggantung padanya. Sungguh dialah orang yang kuharap dapat menterjemahkan mimpi-mimpiku di alam nyata.
Sebelum berangkat aku berpesan kepada orang yang kupercaya untuk mencari info tentangnya. Akhlaknya, agamanya, pendidikannya dan terakhir tentang statusnya, sebab aku masih merasa sungkan untuk bertanya kepada abangnya.
Kesibukanku mengumpulkan bahan-bahan tesis, pulang balik ke pepustakaan, bertemu dengan tutor, semuanya dapat membuatku tenggelam dalam indahnya lautan ilmu, menikmati keindahan mutiara perkataan para ulama dan membuatku lupa dengan program menikah. Sungguh keindahan ilmu begitu melalaikan segalanya, wajarlah jika sebagian ulama melupakan diri mereka untuk menikah disebabkan kesibukan untuk mendalami ilmu, memgamalkannya, mengajarkannya dan menyebarkannya. Ku teringat Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah, Imam Nawawi dan lain-lain yang wafat dalam keadaan membujang sepanjang hidup. Bahkan dalam Mazhab Syafi’i dikatakan bahwa kesibukan menimba ilmu dan mengajarkannya lebih utama dari menikah bagi siapa saja yang tidak khawatir terfitnah dengan godaan wanita.
Namun aku hidup di zaman fitnah wanita begitu dahsyatnya melanda. Tidak menikah di zaman fitnah ini hanyalah akan mempercepat kebinasaan seseorang. Apalagi seorang juru dakwah yang senantiasa menjadi panutan manusia. Berapa banyak skandal yang “meremukkan” jati diri juru dakwah yang terlalu bermudah-mudah dalam urusan wanita hingga akhirnya terjebak dalam belitan keindahan fitnah wanita.
Selang beberapa bulan, aku coba menghubungi sahabat yang ku amanahkan untuk mengumpulkan data tentangnya. Tapi aku kecewa karena ia tidaklah mampu mengumpulkan data yang ku inginkan kecuali informasi bahwa sekarang ia sedang KKN. Padahal yang kumau adalah info tentang statusnya apakah masih kosong, atau telah dipinang seseorang guna melanjutkan misi berikutnya. Bila ia telah di-khitbah seseorang, maka aku harus rela menelan pahitnya kekecewaan dan bersabar dengan ketentuan Allah. Tapi apabila ia masih berstatus “single” berarti aku masih punya secercah harap untuk mengkhitbahnya, jika ia berkenan.
Aku sendiri hakikatnya hanyalah memiliki niat yang lurus dan ketulusan hati untuk berupaya menjadi suami terbaik. Adapun penampilan wajah, aku hanyalah pas-pasan, tidak seperti bintang-bintang sinetron yang gagah-gagah dan tampan itu. Sekiranya kelak dia hanya melihat zahir wajahku, niscaya aku pasti disisihkan oleh para pelamar yang lebih” keren” dariku. Apalagi ku tau dia adalah “bunga desa” yang membuat tertarik banyak kumbang. Jika hal tersebut terjadi, aku harus bersiap-siap untuk mengalah dan kalah.
Tapi jika ia tau tentang kepribadianku, karakter diriku, riwayat hidupku dan prestasi belajarku yang terang dan cemerlang…niscaya aku dapat diperhitungkannya dan boleh jadi mengalahkan rival-rivalku yang lain. Ah..sudahlah, semuanya telah di atur dan semua ketentuan Allah pasti itulah yang terbaik bagiku. Aku selalu teringat firman Allah yang artinya:
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui”. QS: Albaqarah: 216.
MUSIM HAJI
Musim haji telah datang. Para jemaah haji telah membanjiri Masjid Nabi dan kota Madinah. Segala macam bangsa, bahasa dan rupa manusia bertemu jadi satu. Semuanya lebur dalam satu buhul yang menyatukan mereka, buhul Islam. Tiada bangsa yang berhak merasa lebih tinggi dari bangsa lainnya. Semuanya sama di mata Allah. Takwa semata yang dapat membuat seseorang lebih mulia di mata Allah.
Ku dengar dari sahabat lamaku-abang dari gadis yang kulihat di showroom itu, bahwa kedua orang tuanya ada bersama rombongan jamaah haji yang datang dari kampungku. Mereka telah kuanggap bagai orangtuaku sendiri karena akrabnya aku dengan putera mereka ketika di pesantren, dan seringnya aku berkunjung ke rumah mereka.
Sudah menjadi kebiasaan para mahasiswa untuk mendatangi para kerabat, handai tolan dan orang sekampung yang datang untuk melaksanakan haji ke hotel-hotel tempat kediaman mereka.
Banyak sekali manfaat berkunjung ke jamaah, selain mempererat silaturrahmi, biasanya berkunjung ke mereka dapat mengobati sedikit kerinduan ke kampung halaman.
Apalagi bila disuguhkan makanan dari indo sperti bumbu pecal, rendang jengkol, sambal teri kacang tanah,ikan sale…dll, wah ngak bakalan rugi berletih-letih mencari mereka di maktab-maktab yang terkadang lumayan jauh dari Masjid Nabi.
Musim haji bagi sebagian mahasiswa adalah musim meraih pundi-pundi dolar US. Para pelajar ada yang bekerja mencari upah di travel sambil memandu jama’ah untuk ziarah city tour, ke tempat-tempat bersejarah seperti, Uhud, Makam Sayyidina Hamzah dan syuhada Uhud, sumur Utsman, kebun kurma, Masjid Quba, tempat pristiwa perang Khandaq(perang parit), Masjid Qiblatain, peternakan unta sambil menikmati susu unta, dan kencing unta- bagi yang nekat mengkonsumsinya untuk kesehatan- dan tempat-tempat lainnya. Adapula bekerja di travel menjemput dan mengantar jama’ah dari bandara ke penginapan, mengantar katering jama’ah, bahkan menjadi pembimbing ibadah haji di Mekah.
Sebagian pelajar yang belajar di Negeri Arab semisal Mesir, Maroko, Jordan, Sudan, dll turut meramaikan ibadah haji dengan menjadi TEMUS( tenaga musim) haji. Bahkan kudengar dari sebagian Mahasiswa yang orangtuanya pas-pasan dan jarang ngirim uang saku, bahwa musim haji adalah kesempatan mereka mengumpulkan modal hidup setahun di negeri tempat mereka menimba ilmu.
Dengan susah payah akhirnya aku berhasil menjumpai kedua orangtua sahabatku itu. Kesempatan baik itu tak kusia-siakan untuk berkhidmat membantu mereka dalam hal apapun. Sudah menjadi kebiasaan jama’ah haji meminta bantuan para pelajar untuk menemani mereka berbelanja, ke rumah sakit bila sakit, dan sekaligus meminta bimbingan mereka dalam ibadah haji.
Betapa senangnya mereka dapat bertemu denganku seolah mereka bertemu dengan anak mereka sendiri. Dari mereka aku mulai banyak mengenal sisi-sisi kehidupan sigadis “misterius” putri mereka itu. Jujur aku semakin tertarik dan penasaran dengannya. Tapi bibir ini serasa kelu tiap kali ingin mengutarakan keinginan hatiku melamar puteri mereka.
Perubahan musim dan pebedaan iklim membuat salah seorang dari orangtua sahabatku sakit dan harus di opname. Hari-hari aku menginformasikan perkembangan kesehatan mereka kepada sahabtku via telephone.
Suatu hari sebagaimana biasa aku menghubungi sahabatku untuk menginformasikan kesehatan orang tuanya, namun hari itu yang menerima telephone adalah kerabatnya, karena sahabatku sedang membezuk adik perempuannya “si gadis” di-opname di rumah sakit. Kabarnya lambung atau pencernaanya bermasalah. Aku begitu bersedih mendengarnya, entahlah…perasaan iba memenuhi seluruh relung hatiku. Perasaan khawatir, cemas, takut dan lain-lain berkecamuk di dalam dadaku. Tanpa kusadari lisan ini senantiasa memanjatkan doa kepada Tuhan Pencipta Alam semesta agar menyembuhkannya.
SENJA DI PADANG ARAFAH
Hari ini tanggal 9 Zulhijjah saat wukuf di padang Arafah. Hari terpenting dalam ritual ibadah haji. Siapa saja yang tidak ikut berwukuf meskipun sesat di padang Arafat, maka hajinya batal dan tidak dapat diganti dengan menyembelih dam. Separah apapun kondisi pasien dari jama’ah haji yang di rawat di rumah sakit di Mekah, wajib di bawa pakai mobil ambulan menuju Arafah walau sekedar melintas.
Siang hari Arafah adalah hari terbaik sepanjang tahun, sebagaimana malam lailatul qadar adalah malam terbaik sepanjang tahun pula. Pada hari ini Allah permaklumkan kepada para malaikatnya bahwa Ia telah mengampuni dosa orang-orang yang berwukuf di Arafah dan membebaskan leher-leher mereka dari belenggu api neraka.
Keistimewaan hari Arafah adalah hari yang mustajab dalam berdoa padanya, apalagi doa yang dipanjatkan selepas ashar hingga tenggelam matahari. Sungguh besar peluang dikabukan Allah.
Senja itu terasa begitu hening dan senyap. Jutaan manusia yang sedang berwukuf tenggelam dalam kekhusuyukan berdoa dan bermunajat. Wajah-wajah memelas dan pasrah yang dibanjiri peluh dan air mata, dengan kedua tangan yang ditengadahkan ke langit sambil menghadap kiblat menjadi pandangan umum dimana-mana.
Ada yang berdoa khusuk sambil duduk di dalam tenda-tenda, ada pula yang berdiri menghadap kiblat. Semua larut dalam lantunan zikir dan munajat.
Senja itu begitu syahdu bagiku. Sinar mentari telah redup kan segera tenggelam kembali ke peraduan. Warna jingga di upuk barat menambah khusyukku dalam berdoa. Segala doa kebaikan dunia akhirat tak henti kupanjatkan dengan air mata yang mengalir dan hati yang bergetar.
Episode-demi episode hidupku yang sejak kecil telah menjadi yatim, masa-masa beranjak dewasa di pesantren, hingga masa-masa indah belajar di Madinah melintas begitu saja.
Kusadar betapa banyak nikmat Tuhan yang tidak sempurna ku syukuri, dan ku sadar betapa banyak dosa-dosaku yang ditangguhkanNya.
Matahari telah hilang sebagian menyisakan setengah bola emas alam yang terlalu indah untuk dilukiskan dengan kata-kata. Entah kenapa ingatanku kembali kepada sang gadis yang kini sedang terbaring. Perasaan iba dan kasih memenuhi dadaku membuat bibir ini bergerak bermunajat kepada Penciptanya.
“Duhai Tuhan pemilik tujuh petala langit dan bumi, kepadaMu kutengadahkan tangan ini,
Hanya kepadaMu aku berharap…
Sembuhkanlah gadis itu dari penyakitnya dan tumpahkan rahmat dan belas kasihMu kepadanya.
Duhai Tuhan Pemilik hati-hati hamba, maafkan kenaifan diri ini, sungguh diri ini tak kuasa menahan kecondongan hatiku padanya. Jika Engkau- dengan ilmuMu- mengetahui bahwa ialah jodoh terbaik untukku, maka satukanlah hati kami untuk menjadi pasangan hidup di dunia dan akhirat, sebagaimana Engkau telah menyatukan hati Baginda Nabi dengan ibunda Aisyah, antara hati kekasihMu Ibrahim dengan ibunda Sarah, antara hati nenek moyang kami Adam dengan ibunda Hawa.
Duhai Tuhan pemilik segala rahasia yang ghaib, seandainya dalam ilmuMu ia tidak berjodoh denganku, ajarkan diri ini untuk sabar menerima segala putusanMu. Jadikan rumah tangga yang ia bina dengan pasangannya penuh dengan keberkahan, sakinah dan mawaddah, peliharalah ia dan orang yang dia cintai sebagaimana diriMu memelihara dan menjaga wali-wali dan hamba-hambamu yang sholeh”.
Matahari sempurna tenggelam. Lautan manusia tumpah-ruwah memenuhi jalan-jalan menuju Muzdalifah. Suara talbiyah dan takbir bersahut-sahutan membahana membelah langit, naik ke atas menuju Tuhan Yang Maha Pemurah. Di antara rombongan manusia itu ada seorang anak manusia yang tertatih-tatih mengharap belas kasih tuhanNya, mengharap diijabahi doa dan rintihannya.
Malam merangkak, Arafah menjadi lengang. Segala hiruk-pikuk jutaan jamaah haji berpindah ke Muzdalifah untuk melanjutkan rangkaian manasik ibadah haji lainnya.
Bersambung…
Batam, 28 Zulhijjah 1437/ 30 Sept 2016
—————————————–
Abu Fairuz Ahmad Ridwan My.