Sepatu Boat Butut
(Terkenang akan ibuku)
Melihat sepatu boat lusuh akan membawa alam pikirku menerawang pada perjuangan ibuku bagaimana dapat membantu ayah untuk memenuhi sebagian kebutuhan primer keluarga kami, keluarga besar dengan pendapatan kecil ayahku sebagai pegawan negeri golongan rendah.
Sepatu boat lusuh itulah yang menjadi handalan ibuku dikenakannya setiap pagi untuk menyibak bau busuk dan anyirnya pasar ikan Pajak Sambu tempo “doeloe”. Dengan fagah bak panglima perang masuk ke kancah pertempuran, ibuku menyeruak segala genangan air anyir itu demi membeli lauk-pauk dan sayur mayur untuk dijual kembali di “kedai sampah” kami, sebutan untuk warung kecil untuk pembeli retail sayur-mayur, lauk dan sembako.
Sekali dua, pernah pula upaya mencopet dompet ibuku yang dilakukan anak-anak nakal di pasar itu, namun dengan taufik Allah selalu saja ketauan dan terhalang. Siapa yang tak kenal terminal sambo di era delapan puluhan, yang bisa dikatakan gudang pencopet kala itu.
Dari Gang Setia, ibuku berjalan memikul belajaan yang lumayan berat untuk ukuran wanita, namun dia tetap tabah menjalaninya demi perjuangan membantu suami.
Ibuku memang tak banyak mengajarkanku berbagai macam ilmu agama karena keterbatasan pendidikan sekolahnya, namun pelajaran berharga darinya yang tak pernah kilupakan adalah ilmu terapan yang sangat membekas di hatiku hingga kini. Dia bukan daiyah, bukan pula muballighah, namun keistiqamahannya dalam mengerjakan sholat tahajjud, dhuha, membaca Alquran dan upaya mengkhatamkannya selalu cukup menjadi materi pengajaran yang abadi bagiku.
Dalam bab muamalat, pendiriannya yang keras tidak akan pernah berhutang, luar bisa mengajari kami kesederhanaan dan kebersahajaan dalam kekayaan hati yang tersimpan.
Ilmu kekayaan hati ini, adalah hasil didikan ayahku yang berhasil menjadi Imam sejati bagi ibuku. Meski hidup sederhana namun penuh dengan makna dengan silih bergantinya orang-orang susah, anak yatim, karib kerabat yang hidup menumpang di bawah atap rumah kami.
Ya Allah , hatiku selalu menangis mengenang pelajaran hidup yang amat sangat berharga yang ditinggalkannya pada kami. Tak pernah ibuku bergantung atau menyusahkan anak-anaknya manakala kami telah besar, berkeluarga dan memiliki penghasilan.
Ya Rabb rahmati kedua orantuaku sebagaimana mereka merahamatiku di kala kecil.
Batam, 25 Shafar 1444/22 Sept 2022
Ahmad Ridwan