Terlalu banyak mencampuri urusan negeri orang membuat lupa keadaan negeri sendiri, lupa kesejahteraan rakyatnya dan lupa nasib dan masa depan mereka.
Terlalu banyak membuat “menabur angin” keonaran dan kekacauan di negeri orang, akhirnya “menuai badai ” kehancuran di negeri sendiri.
Sudah berapa banyak dana yang mereka gelontorkan untuk mempertahankan Rezim negeri Suria yang telah berada di ujung tanduk, Hizbull-latta di Libanon dan Hutsiyyun di Yaman, membuat ekonomi mereka hancur-hancuran,meningkatkan jumlah pengangguran dan kemiskinan di negerinya.
Di atas permadani kemiskinan dan penderitaan rakyat itulah para Mulla menari-nari dan berdendang dengan kemewahan yang hanya hak monopoli mereka.
Sebagai perwakilan imam yang maksum dan ghaib, dengan konsep wilayatul faqih hasil rekayasa bid’ah Khomaini, mereka berhasil menggiring opini ke rakyat bahwa fatwa mereka menyamai wahyu yang turun dari langit, tak boleh di tentang. Jadilah para mulla manusia-manusia setengah dewa atau dewa sekalian.
Hari-hari ini negeri asal usul Salman Alfaris itu membara. Pembakaran, pengrusakan dan penghancuran terjadi di setiap tempat.
Korban jiwa telah bergelimpangan, darah maksum telah tertumpah. Rakyat membakar setiap poster para mulla.
Mereka sudah tak sanggup dijajah dan dibelenggu plus dikibuli dengan topeng agama lagi.
Entah bagaimana ujung dan nasib dari negeri yang membangun agamanya di atas mencaci maki para sahabat Nabi dan ibunda kaum mukmin ini ke depan. Apakah kan mampu eksis bertahan..?
Atau akan menjadi sebuah kisah ratapan oleh generasi yang datang belakangan, sebagaimana negeri Mesir yang konon dahulu pernah tegak dinasti Shofawiyah yang kini tinggal kenangan di ukir dalam prasasti kelam oleh sejarah..?
Mari kita saksikan…
————–
16 Rabiul 1439/ 5 Jan 2018
Abu fairuz