Aku selalu mendengar berita tentang orang-orang yang pergi haji naik motor, naik sepeda bahkan berjalan kaki. Kulihat bagaimana mereka tiba di Mekah dielu-elukan manusia, dipuji dan dipuja atas tekad bulat yang membaja dan keberanian yang luar biasa menempuh ribuan kilometer dengan sarana apa adanya.
Aku juga kagum dengan kebulatan tekad mereka dan penghargaan manusia dari berbagai negeri yang dikunjungi serta support mereka atas perjalan spritual yang sakral ini. Akupun mendengar mereka diberikan banyak penghargaan hingga visa haji untuk orang tua dan keluarga yang mereka cintai.
Tapi semua itu hanyalah berita yang ku akses disebagian jejaring sosial dan viral. Namun kini hal tersebut bukan sekedar cerita belaka, dengan mata kepalaku sendiri dan dengan telingaku sendiri aku mendengar dan melihat salah seorang sahabat alumni Yaman yang dulu awalnya ku kenal di kota Mekah, kini dengan modal sepeda ala kadarnya dan bekal seadanya berjumpa denganku di Malaysia dalam perjalanannya menuju Mekah katanya. Targetnya 8 bulan ia akan sampai ke Mekah.
Berbagai macam hujjah, argumen, dan alasan yang ku kemukakan agar ia meninjau ulang niatnya, namun berat rasanya untuk ia terima. Padahal ada salah seorang teman baikku di negeri jiran berharap ia menetap mengajar dengan gaji besar, dan akan mengupayakan mencari sponsor utuk dapat menghajikannya kedua orang tuanya kelak bilamana ia mau menetap di Malaysia menjadi da’i dan pengajar di daerahnya, namun ia masih bersikukuh akan melanjutkan perjalanannya.
Kukemukakan bahwa apa yang dia jalani masih sangat samar hasilnya, mengingat sebagian negara yang akan dia lintasi, tidak punya hubungan bilateral dengan Indonesia yang akan menyulitkannya melintas.
Tambahan lainnya kawanku itu hanya bermodal pasport belaka, tanpa dokumen perjalanan yang lengkap, tanpa sponsor dan surat jalan pendukung. “Ana yakin antum kan sampai ke Thailand akhi, namun lepas Thailand mulai dari Myanmar, Bangladesh, India, Pakistan, Afgahanistan, Iran, Irak hingga ke Saudia adalah jalan yang masih samar untuk dapat di lintas” kataku padanya.
Belum lagi cuaca ekstrim di perjalanan, bahasa setiap negara yang asing baginya, kondisi jalan yang belum tentu mulus, melintas perbatasan, melintas negara yang rawan konflik ras dan agama semacam Myanmar maupun India, juga kemungkinan buruk keamanan yang tak ada jaminan, dicegat tukang begal hingga pencuri dan perampok jalanan, semua adalah tantangan yang cukup serius untuk dia tinjau ulang lagi perjalanannya.
Hujjahnya, ia ingin menghajikan kedua orang tuanya dengan cara ini, dia ingin semoga kerajaan Saudi Arabia simpati padanya dan menghajikan kedua orang tuanya yang telah tua renta.
Letih aku menyampaikan bahwa apa yang dia lakukan kecil kemaslahatannya daripada besarnya kemaslahatan ia mengajarkan ilmu agama yang ada dalam dadanya. Apalagi yang diharap masih serba samar. ”Bagaimana bila antum ditolak masuk Myanmar dan disuruh balik pulang, alangkah sia-sianya 3 bulan perjalanan yang antum tempuh?” Tanyaku padanya. Ia menjawab “aku akan kembali ke Bangkok ustadz cari visa dan terbang ke Bangladesh untuk melanjutkan lagi perjalanan” katanya.
Entahlah kawan-kawan pembaca, akupun tak tau kedepan apa yang terjadi dengan dirinya. Jelasnya kawanku dari Malaysia juga sempat berkata padanya: ”coba sebutkan satu masyayikh sekarang dan para ulama yang ikut jalan antum? Sekiranya apa yang antum buat baik, ana yakin pasti kan banyak rombongan para ustadz, para da’i dan ulama nusantara yang ikut berombongan di belakang antum, tapi karena apa yang antum lakukan aneh di zaman yang banyak kemudahan Allah berikan pada manusia sekarang, maka tak ada yang nak ikut antum. Bilamana antum orang awam biasa bukan penimba ilmu ana tak risau, namun masalahnya antum punya ilmu yang barus dizakati dengan mengajar. 8 bulan bila antum manfaatkan untuk mengajar maka akan dapat membuat orang banyak dapat pencerahan ilmu agama, menghafal Alquran dan semacamnya” ujar kawanku.
Bagaimana menurut para pembaca? silahkan komen, memberikan usulan dan dukungan sesuai dengan ilmu yang ada pada antum. Sebagai tambahan terakhir kawanku itu alhamdulillah telah selesai menamatkan hafalan Alquran 30 Juz, ahli syair dalam bahas Arab, sangat mengusai “buhur” dengan segala variannya. Tiga setengah tahun belajar di Yaman.
Lautan Malaysia-Indonesia, 6 Zulhijjah 1444/ 25 Juni 2023