SOAL:
Assalamu’alaikum warohmatullohi wabarokatuh.
Semoga Alloh menjaga ustadz, keluarga dan juga seluruh kaum Muslimin.
Afwan ustadz, sebelumnya ana menolak menikah poligami. Bukan karena ana membenci syariat itu, tapi justru karena mulianya syariat itu. Qodarulloh, suami ana telah meniggl 6 thn silam usatdz.
Beberapa tahun kemudian ada seorang ustdz di … yg berniat menikahi ana untuk menjadi istri keduanya.
Awalnya ana membuka hati, tapi berjalannya waktu ana melihat kecemburuan di mata istrinya dan tidak tega khawatir merusak kebahagiaan mereka maka ana pun mengundurkan diri.
Qodarulloh saat ini, ana di hadapkan pada keadaan itu kembali. Tapi saat ini yg ingin poligami ana bukan seorang ustadz, hanya ikhwan biasa.
Ana berusaha untuk bisa menerima dan berlapang dada. Apakah dalam kondisi seperti ini, ana termasuk bodoh dalam mengambil keputusan ustadz? Mohon nasehatnya ustadz.
JAWAB:
Allahul musta’an..
Poligami butuh persiapan mental yg matang, dari semua pihak, terutama bagi lelaki yg ingin poligami, wajib baginya bermental baja, siap untuk memimpin lebih dari satu istri, siap menghadapi segala masalah dari berbagai pihak, mulai dari istri tua dan keluarganya, calon istri berikutnya dan keluarganya, serta keluarga suami sendiri. Bilamana mental lelaki lemah, rumah tangga yg akan dibina kan terancam bubar.
Suami harus siap mental menghadapi kecemburuan dari para istrinya, siap menghadapi hasutan dari pihak-pihak yang tak senang dengan pernikahannya. Siap berlaku adil pada semua istri-istrinya, dan tidak akan dapat diintervensi siapapun dalam menjalankan roda rumah tangganya, baik intervensi istri-istri dan keluarga mereka, maupun keluarganya sendiri.
Dalam dunia nyata banyak kegagalan poligami disebabkan karakter lemah sang suami.
Kemudian setiap calon istri harus menyiapkan mental pula untuk menghadapai berbagai masalah dengan madu-madunya.
Kunci suksesnya adalah banyak mengalah dan banyak membalas keburukan dengan kebaikan. Banyak memberi uzur pada suami dan madu-madunya dalam segala hal. Banyak berhusnuz zhan (berprasangka baik) dengan mereka juga sebab kesuksesan besar dalam berpoligami.
Siapapun yg menjadi suami, baik ustadz atau bukan, terpulang pada baik dan akhlaknya. Siapa yg baik akhlak dan agamanya maka besar kemungkinan rumah tangga mereka kan sukses. Bila tidak baik, alamat rumah tangga kan rentan dengan prahara.
Syariat poligami itu begitu indah, namun terkotori dengan sebagian oknum yang tidak siap menjalankannya dengan mengikuti ajaran agama Islan dengan baik dan benar.
Batam, 19 Jumadil Awal 1445/21 Nov 2024
Abu Fairuz Ahmad Ridwan My