Beberapa Catatan Amalan Haji Yang Perlu Diluruskan

SEKALI SEUMUR HIDUP

Ibadah haji itu wajib sekali seumur hiduo bagi yang mampu, oleh karena itu seyogyanya dikerjakan dengan baik dan benar agar diterima di sisi Allah. Esensi haji mabrur itu adalah amalan haji yang ikhlas hanya untuk Allah dan sesuai dengan tuntutan Rasulullah. Apalagi ada perintah khusus Nabi agar ummat mengambil cara berhaji mereka dari Nabi: ”hendaklah kalian mengambil dariku manasik haji kalian”.

Alangkah sayangnya bila amalan yang banyak menguras harta dan tenaga ini, sia-sia-sia tak diterima di sisi Allah karena tidak ikut panduan. Bilamana pekerjaan dunia saja ada SOP yang jelas baru diterima, apalagi perkara agama tentu lebih ketat lagi SOP nya, bukan sembarangan.

Inilah sejumlah amalan yang banyak dilakukan jamaah haji yang perlu ditinjau ulang lagi pelaksanaannya dan diperbaiki agar haji menjadi mabrur, bukan mabur.

MENJADIKAN JEDDAH SEBAGAI MIQAT

Tempat untuk memulai ibadah haji ataupun umrah disebut “Miqat Makani”. Dari situlah jamaah memulai “ihlal” melepas niat sambil berucap”labbaikallahua hajjan” atau “Umratan”.

Adapun tempat tersebut sudah ditetapkan Nabi langsung dan bila seseorang melewati miqat ini untuk haji dan umrah namun tanpa melafazkan ihlal, maka ia wajib membayar dam (denda).

Miqat itu adalah Zulhulaifah -bir Ali- untuk penduduk madinah dan yang datang dari arah sana. Miqat Juhfah untuk penduduk Syam, Mesir dan negeri sekitarnya semacam Maroko, Aljazair, Tunisia dll. Miqat Qaran Manazil -yang disebut juga dengan As sailul Kabir- untuk penduduk Najwd, Riyad dan sekitarnya. Miqat Yalamlam untuk penduduk Yaman dan negeri-negeri dibelakangnya seperti Indonesia, Malaysia, Thailand dll. Miqat Zatu Irqin untuk penduduk Irak dan sekitarnya.

Dari seluruh miqat tersebut tidak ada miqat jeddah yang ditentukan oleh Nabi. Karena itulah setiap jamaah haji yg mau mengambil miqat di bandara terminal Haji Jeddah hendaklah meninjau ulang lagi, karena ia telah melampai miqat di atas pesawat.

Setiap maskapai penerbangan biasanya akan menginfokan ke jamaah setengah jam sebelum melintas miqat agar jamaah bersiap-siap untuk memasang niat dan melafazkan ihlal dari atas pesawat. Inilah solusi yang terbaik daripada nunggu turun dulu di jedaah baru memakai pakaian ihram. Oleh karena itu untuk setiap jamaah yang langsunh ke mekah sebaiknya memakai pakaian ihram ketika di bandara sebelum naik pesawat atau minimal memakainya di pesawat satu jam sebelum melintas.

MENYEMBELIH DAM QURBAN DAN DAM TAMATTU’ SEBELUM TGL 10 ZULHIJJAH

Diantara hal yang juga perlu ditinjau ulang pelaksanaannya adalah menyembelih hewan qurban atau dam tamattu’ sebelum tgl 10 Zulhijjah, padahal tradisi Nabi dan para sahabat mereka baru menyembelih qurban dan dam tamattu di tanggal 10 Zulhijjah.

Bahkan Nabi menyuruh sahabat yang menyembelih qurbannya sebelum sholat Idul Adha untuk mengulangi lagi dengan sembelihan yang baru. Sementara fenomena yang kita lihat tidak sedikit jamaah yang baru smpai di tanah suci segera menyembelih qurban maupun dam tamattu’ nya sebelum tanggal 10 Zulhijjah.

THAWAF WADA YANG KELIRU

Diantara sejumlah amalan jamaah haji yang perlu ditinjau ulang dan sebaiknya diperbaiki adalah melakukan thawaf wada’ satu atau dua bahkan tiga hari sebelum pulang ke tanah air.

Nabi sendiri memerintahkan para sahabat untuk menjadikan thawaf wada’ sebagai amalan terakhir sebelum meninggalkan Mekkah. Artinya thawaf itu harus dilakukan sebelum pulang ke tanah air dalam waktu yang dekat, bukan dua sampai tiga hari sebelum pulang dia sudah melakukan thawaf wada’. Bila sudah terlanjur menganggap thawaf wada’ sebaiknya dia lakukan diwaktu terdekat sebelum pulang. Apalagi Thawaf wada’ sendiri adalah kewajiban yang harus dilakukan dalam haji kecuali untuk wanita yang haid, dia bisa pergi meninggalkan Mekah tanpa thawaf wada’.

MENGANGGAP TAHALLUL ITU MAKNANYA MENCUKUR RAMBUT

Sebagian jamaah menganggap tahallul dalam haji atau umrah itu adalah mencukur atau memotong rambut, tentunya ini adalah hal yang perlu diluruskan , sebab makna tahallul adalah halal melakukan apa-apa yang tidak boleh ketika berlepas diri dari satu ibadah. Maka tahallulnya sholat adalah salam, tahallulnya umrah adalah dengan mencukur atau memendekkan rambut adapun tahallulnya haji lain lagi pelaksanaannya.

TAHALLUL HAJI

Tahallu haji dibagi menjadi dua bagian, yaitu tahallul yang pertama dan itu ditandai dengan melaksanakan dua dari tiga amalan haji yaitu, melontar jumrah, mencukur, dan menyembelih. Bilamana ia mengerjakan dua dari 3 hal, maka ia dianggap telah bertahallul awal, dibolehkan untuknya segala larangan ihram kecuali mencampuri istri.

Adapun tahallul kedua ditandai dengan selesai thawaf ifadhoh dan sa’i haji, banyak jamaah haji beranggapan tahallul kedua itu dengan mencukur rambut kembali selesai thawaf dan sai, disinilah letak kesalahannya. Hakikatnya tidak ada lagi cukur rambut ketika tahallul kedua. Hal ini terjadi karena salah memaknai tahallul yang dikira artinya mencukur rambut.

TIDAK ADA DAM BAGI PELANGGARAN LARANGAN IHRAM BILA DILAKUKAN KARENA LUPA ATAU TIDAK FAHAM

Sebagian jamaah mengaggap bila ia keliru atau faktor ketidak tahuan melanggar larangan ihram harus membayar dam menyembelih seekor kambing, padahal bilamana ia melakukan karena faktor lupa atau tidak tau, cukup memperbaiki apa yang dia langgar dan tidak perlu membayar dam. Misalnya: pria lupa memaki topi kala berihram, atau menutupi kepala dengan kain ihramnya, atau memakai sepatu dan kaos kaki, memberi parfum di anggota tubuhhnya setelah ihram, atau menutup wajahnya, maka semua larangan ini bila diingatkan ia segera membuka pecinya, menyingkap kepalanya, atau mencuci bekas parfumnya atau membuka sepatu dan kaos kakinya maka tidak perlu lagi ia membayar dam atas pelanggaran tersebut.

MEMBERI ISYARAT KE ARAH RUKUN YAMANI

Diantara kesalahan lainnya yang banyak dilakukan jamaah haji adalah memberi isyarat dengan melambaikan tangan manakala thawaf melintasi rukun Yamani, padahal Nabi dan para sahabat tidak pernah lakukan hal itu. Cukup dia melintas saja tanpa memberi isyarat lambaian tangan, karena isyarat lambaian tangan itu khusus bagi yang melintas rukun Hajarul Aswat saja. Adapun yang thawaf mendekati Rukun Yamani dan mampu mengusap Rukun Yamani dengan tangannya maka hal tersebut memang disyariatkan.

MENGUSAP-USAP DINDING KA’BAH, MAQAM IBRAHIM

Tidak diajarkan Nabi untuk mengusap-usap dinding Ka’bah, atau Maqam ibrahim dikala thawaf, apalagi dengan itikad mengambil keberkahan dari benda-benda itu, karena halikat keberkahan itu adalah dengan mengikuti sunnah Nabi bukan dengan mengarang-ngarang ritual agama sendiri.

Hajarul Aswad sendiri, disyariatkan untuk menciumnya hanya dalam rangka mengikuti sunnah Nabi dan bukan karena meyakini ia batu berkah yang bisa mendatangkan keberuntungan dan menolak musibah.

Kata Umar bin Khattab manakala mencium Hajarul Aswat: ”Aku sungguh yakin engkau adalah batu yang tidak mampu mendatangkan manfaat maupun madarat, sekiranya Nabi tak menciummu maka aku takkan pula menciummu”.

Masih banyak hal-hal lain yang masih perlu diluruskan insyallah kita lanjutkan di kesempatan yang lain.

Batam, 12 Zulqa’dah 1446/10 Mei 2025

Abu Fairuz Ahmad Ridwan My