Seringkali kita merasa bangga jika memiliki kolega orang-orang yg berkedudukan, berpangkat, berharta dan berpengaruh. Bahkan jujur jika kita katakan, terkadang kita memandang sebelah mata terhadap orang-orang yg lemah ekonominya, tidak berkedudukan dan berharta.
Dalam medan dakwah, terkadang kita akan merasa kuat jika memiliki ikhwan yg kaya dan berkedudukan, sehingga kita sering tergelincir bergantung dengan mereka dan menyepelekan ikhwan-ikhwan yg tidak memiliki apa-apa.
Hal ini juga pernah terjadi dengan Nabi –shallallahu alaihi wa sallam– tatkala meninggalkan sahabat yang buta lagi fakir -Ibnu Ummi maktum- dan sibuk melayani pembesar quraisy, sehingga Allah menegurnya dengan surat “abasa”.
Terkadang seorang pemimpin merasa sepele dengan bawahannya; bapak dengan anak-anak maupun istrinya yang dianggapnya lemah dan tidak ada apa-apanya.
Ada seorang sahabat yang merasa lebih tinggi dan memiliki kedudukan di atas sahabat lainnya, maka Nabi-shallallahu alaihi wa sallam-menasehatinya dan berkata:
هل تُنصَرون وتُرزَقون إِلا بضعفائكم؟ أَخرجه البخاري.
“Bukankah kalian ditolong dan diberi rezeki (Allah) dikarenakan orang-orang lemah kalian? HR Bukhari.
Bahkan dalam riwayat Nasa’i Nabi menyebutkan:
(إِنما ينصُر الله هذه الأمةَ بضعيفها: بدعوتِهم، وصلاتِهم، وإِخلاصهم).
Sesungguhnya Allah akan menolong umat ini dengan sebab orang-orang yang lemah dari mereka, yaitu dengan doa, sholat dan keikhlasan mereka. HR Nasa’i.
Maka barang siapa yang ingin sukses dalam segala hal, perhatikan orang-orang yang lemah, kasihani mereka, dan bantulah mereka. Bukankah Nabi mengatakan: “kasihanilah orang-orang yang di bumi, maka akan kasih pada kalian Yang di langit (Allah).
Kepada pemilik yayasan, sekolah, lembaga pendidikan, panti asuhan, radio,dll… rahmati yang miskin, perhatikan mereka dan bantulah mereka, dan itulah kunci kesuksesan anda.
Trawas-Mojokerto,19 sya’ban 1434/28 juni 2013