Bismillah
Ujian terberat bagi seorang mukmin dalam perjalanannya menuju Allah adalah ujian keikhlasan.
Keikhlasan itu semangkin terasa berat tatkala seseorang merasa telah banyak berjasa dan berbuat untuk agama Allah, berkorban dan “berdarah-darah” untuk memperjuangkan tegaknya “kalimat Allah” dan hasil kerja kerasnya telah mulai terlihat…
Tiba-tiba ia harus tersingkir atau disingkirkan, dibuang dan dilupakan manusia, bahkan dituduh dan dihujat manusia…..
Ketika itulah Syetan memiliki kesempatan besar untuk mempermainkan perasaanya, menguasai dan menyetir semaunya.
Ketika itu pulalah logikanya menjadi tumpul, rasionya “mandul” dan akal sehatpun terbelenggu.
Tatkala perasaan mendominasi, akalpun menjadi mati. Ketika itu syariat tidak lagi berfungsi. Segala gerak gerik, tindak- tanduk dan sepak-terjangnya…murni bertumpu pada perasaan.
Keikhlasan pun hilang, yang ada adalah dendam kesumat untuk menghabisi orang-orang yang dianggapnya menjadi “sumber masalah”.
Ia akan lakukan apapun dan menghalalkan cara apapun untuk mencapai ambisinya. Walaupun terkadang berlindung di balik amalan akhirat dan mengatasnamakan agama.
Efek dendam kesumat akan membutakan “hatinya” sehingga tidak lagi dapat membaca dampak dari sepak terjangnya ke depan.
Ia tidak begitu peduli lagi sekalipun kelak harus mengoyak-ngoyak persatuan, memicu perpecahan dan perseteruan, mengorbankan ukhuwah dan dakwah.
Malam-malamnya menjadi panjang dalam kegelisahan. Dadanya menjadi begitu sempit dan tertekan hingga “orang-orang yang menjadi sumber masalah” menurutnya tersebut dihinakan dan dijatuhi hukuman Tuhan.
Subhanallah..
Itulah ujian keikhlasan yang maha berat dan dahsyat. Kerja beratnya untuk menghusung dakwah bukanlah “berbuah” sanjungan dan pujian.
Sebaliknya kezaliman, fitnah dan perasaan terbuang dengan tidak hormat, dan disingkirkan yang ia raih.
* * *
Sekiranya bukan karena keikhlasan bercokol di dada, ku yakin sang Panglima Khalid akan mengkudeta Amirul Mukminim -Umar Bin Khattab- yang telah menyingkirkannya dari jabatan “panglima besar” menjadi prajurit biasa. Apalagi kala itu puluhan ribu prajurit ada di bawah komandonya.
Tatkala ikhlas bersarang di dada, kebijakan tersebut, tidak sedikitpun merubah perjuangan dan jihadnya di jalan Allah. Karena keyakinannya bahwa ia berperang untuk mecari ridho Allah, bukan pujian dan ridho manusia.
Duhai Tuhan pemilik hati-hati manusia, ajari kami untuk ikhlas tatkala dilupakan manusia, disingkirkan dan diabaikan di bumi.
Ajari kami untuk tidak merasa berjasa dengan segala yang kami pernah lakukan untuk agama-Mu.
——————-
Batu, Malang 17 Syawal 1437/ 22 Juli 2016
Abu Fairuz Ahmad Ridwan MY.