Perjalananku ke wilayah tengah republik ini menjumpakan diriku dengan sosok-sosok tegar pilar-pilar dakwah di bumi itu. Diantara orang yang kukagumi adalah seorang da’i muda yang penuh pesona.
Diusia yang muda ia telah menyelesaikan hafalan Quran dan telah merampungkan kuliahnya di fakultas Quran di salah satu universitas di Saudi. Bukan hanya hafiz, tetapi beliau juga ahli qiraat dan kukira punya sanad sampai ke Rasulullah.
Sungguh ku terpikat dengan bacaannya dan makhraj huruf yang dia keluarkan. Bagaikan sholat di masjidil Haram, itulah kesanku jika bermakmum di belakangnya.
Hal yang membuatku takjub padanya adalah keberaniannya menikah yĂ ng kedua di usianya yang masih relatif muda dan telah memiliki tiga anak. Meskipun kudengar ada pro dan kontra pada kasus poligami yang ia lakukan, namun ku salut dengan keberaniannya untuk mengambil keputusan menikah lagi, di saat banyak dari para aktivis dakwah dan pendukung dakwah hanya sekedar berani berbicara tentang poligami di majelis-majelis lelaki tanpa aksi dan tindakan kongkret. Istilah yang lebih tepat untuk mereka hanya berani “OMDO” (omong doang).
Beberapa bulan menikah, kini istri kedua beliau yang masih benar-benar belia melanjutkan study nya di salah satu ma’had yang ada di pulau Jawa. Hal yang membuat kita salut, karena menikah tidak menghalanginya untuk terus belajar meski berpisah dengan suami sesaat.
Di ma’had tempat ia belajar, kini sang istri muda tersebut telah pula berusaha mencarikan istri ketiga untuk suaminya. Salah seorang santriwati yang terbaik, ia tawarkan untuk menjadi madunya sebagai istri ketiga sang suami. Alhamdulillah temannya rela dan sekarang sedang dalam upaya negoisasi dengan pihak keluarga.
Ada dialog indah antara lelaki itu dan istri mudanya yang ku abadikan dalam tulisan ini sebagai bahan renungan untuk para akhwat agar berlapang dada menerima konsep poligami dan tidak menghalangi para suami melakukan sunnah yang terzalimi ini.
“Kenapa dirimu rela mencarikan kakak istri yang baru dek, bukankah usia pernikahan kita baru berjalan beberapa bulan saja dan kita masih terhitung pengantin baru?”
Istri keduanya menjawab dengan penuh keyakinan: “karena ku tau kakak bukanlah milikku bukan bula milik kak fulanah (istri pertama lelaki itu), tetapi kakak hanyalah milik Allah semata, kenapa saya enggan berbagi kebaikan dengan teman yang saya cintai agar turut merasakan apa yang saya rasa.
“Sebagaimana kak fulanah rela menerimaku sebagai madunya, aku juga rela mencarikan untuk suamiku teman hidup yang baru”.
Subhanallah…
Hidup ini penuh dengan cermin-cermin yang dapat dijadikan pelajaran berharga untuk melangkah ke depan.
Ketika kaum wanita begitu terpengaruhnya dengan isu gender dan emansipasi yang meluluh lantahkan sendi-sendi kehidupan. Membuat wanita binal dan keluar dari kodratnya atas dasar kesetaraan dan kesamaan….
Masih ada segelintir wanita-wanita taat yang tetap bersikukuh dengan syariat Allah, lapang dada menjalankannya dalam kehidupan di dunia ini.
Semoga Allah memberkati setiap wanita-wanita teladan yang ingin berbagi kebaikan suaminya terhadap kaum hawa lainnya. Dengan merekalah Allah akan tutup pintu-pintu fitnah syahwat yang kini dahsyat melanda.
Fenomena zina, selingkuh, teman tapi mesra, wanita simpanan dll, yang sedang melanda dunia, akan dapat terselesaikan dengan baik dan cantik dengan kembali menghidupkan sunnah ini dan mempraktekkannya dengan baik dan benar.
Subhanallah…
Betapa indahnya hidup dalam naungan syariat.
Batam, 3 Ramadhan 1436 h/20 Juni 2015.
Abu Fairuz