Aku tak tahan menderita
Menemani suami tatkala sehat, kaya dan berpangkat bukanlah hal yang sulit bagi seorang istri. Namun tetap setia menemani suami dikala susah, jatuh miskin, melarat dan menderita penyakit, bukankah perkara ringan. Tidak semua wanita mampu melaksanakannya.
Banyak istri yang melarikan diri, berselingkuh, minta cerai bahkan menggugat suaminya ke pengadilan, tatkala suami jatuh miskin ataupun menderita penyakit menahun.
Kuingat kisah seseorang yang kukenal baik, bagaimana ia ditinggalkan istrinya ketika menderita sakit yang menahun. Sang istri pergi tinggalkan suami di kampung dan pergi mencari kerja di kota. Berbulan-bulan suaminya kering dari sentuhan dan rawatan tangannya. Hanya mengandalkan rawatan sang ibu yang tua renta.
Adapun sang istri…telah pula menggugat cerai suaminya karena ingin menikah dengan pria lain yang sehat walafiat, tidak sakit-sakitan sebagaimana suaminya. Setelah ditinggal istri dan digugat cerai, ia semangkin drop dan akhirnya meninggal dunia membawa kepedihan hati.
Aku tidak mengatakan semua wanita seperti itu, karena kutahu ada seorang akhwat yang begitu setia merawat suaminya yang terkena penyakit kanker bertahun-tahun hingga kini. Tetap sabar dan setia tanpa mengeluh.
* * *
Ketika sedang duduk di masjid, aku didatangi seorang lelaki membawa dua anaknya, yang masih kecil-kecil. Anaknya yang putra duduk di kelas 3 SD, sedangkan yang putri berusia 7 tahun dan belum bersekolah.
Terlihat dari penampilan dua anakya kesan kurang terurus, apalagi penampilan putrinya yag yang hitam manis namun tidak terawat.
Setelah menyapaku dan memperkenalkan diri, ia memohon untuk dicarikan istri. Ia merasa berat dituntut harus mengurus dan merawat anaknya yang masih kecil-kecil dan butuh kelembutan seorang ibu.
“betapa sulit hidup tanpa istri yang mengurusi anak-anak. Saya harus bangun pukul dua pagi untuk mengerjakan pekerjaan rumah tangga, mencuci, memasak dan tetek bengek lainnya. Setelah yang putra pergi ke sekolah …terpaksa yang putri harus ikut saya bekerja sebagai kuli bangunan, pekerja kasar dengan upah tak seberapa”.
Aku sempat bertanya padanya: “ibu anak-anak ini ke mana akhi, apa telah dicerai atau telah wafat?”.
“Istri saya melarikan diri ustadz, pulang ke kampung halamannya kemudian tidak mau kembali lagi ke saya, bahkan ia nekat nikah lagi dengan lelaki lain, sebelum saya ceraikan.
Dahulu istri ana sempat ngaji pak ustadz, bahkan sempat menjadi guru tahsin sudah berhijab dan bercadar.
Entah setan apa yang merasuki dirinya hingga akhirnya setelah pulang kampung tidak mau lagi kembali padaku.
Ia mengatakan : “aku tak tahan lagi menderita hidup susah bersamamu selama bertahun-tahun. Aku mau hidup denga pria yang mapan dan bisa menafkahiku sepenuhnya, tidak sepertimu yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan jelas”.
Berkali-kali kubujuk agar ia bersabar dan kembali padaku, namum ia tetap bersikukuh tdk sanggup lagi menjadi istriku.
Akhirnya ia menikah lagi dengan pria yang menurutnya dapat memberikan kemapaman hidup, padahal ia masih berstatus istriku.
Setelah beberapa kali gagal menikah, aku sempat berkenalan dengan seorang akhwat yang siap menikah denganku. Hubungan kami semangkin rapat, bahkan dalam ber-sms-an, aku telah memanggilnya umi dan ia memanggilku abi. Aku begitu merasa yakin dapat menikahinya, tapi subhanallah…kali ini aku kecewa lagi ketika ia akhirnya disunting lelaki lain yang lebih baik dariku status dan profesinya.
Sakit sekali rasanya gagal mempersunting wanita itu, beberapa saat ku tak mampu melupakan luka di hati ini.
Kusadar boleh jadi karena kami telah begitu dekat bergaul, berbicara dan ber-sms ria seolah bagaikan suami dan istri, akhirnya Allah membatalkan rencanaku dan memberikan padaku pelajaran pahit”.
Kukatakan padanya: “akhi…gantungkankah harap antum kepada Allah yang ditanganNya segala urusan dan putusan. Jangan terlalu berharap dari makhluk akhirnya antum kecewa berat. Tengadahkah kedua tangan antum ke langit dan ketukklah pintu harap kepada Zat yang tidak pernah menzalimi hambaNya walaupun sebesar biji zarrah.”
Jikalah jodohmu ada pastilah akan Allah pertemukan di manapun ia kini berada. Semoa Allah menggantikan istri yang meninggalkanmu dengan yang lebih baik.
Blang pidie, 6 Ramadham 1436 h/23 juni 2015
Abu Fairuz