MENGKAJI DIRI
Di atas bumi ini, ada orang-orang yang begitu dicintai manusia, dimuliakan dan dinantikan. Tak hadir dijemput, sakit dibezuk, lama tak bersua dicari…
Boleh jadi mereka bukan orang kaya, tidak pula berpangkat dan berkedudukan. Mereka tidak harus berparas elok, berkulit bersih dan berpenampilan menawan. Tetapi mereka berhasil menawan hati manusia dengan akhlak dan budi pekerti yang baik.
Merendah diri bila berbicara, hormat pada yang lebih tua, sayang pada yang lebih kecil, tidak mengghibah, tidak pula memfitnah dan merendahkan. Selalu menebar senyum dan ringan tangan.
Orang seperti ini adalah sebaik-baik makhluk yang berjalan di atas bumi. Bersabda Nabi kita –Shallallahu alaihi wa sallam– dari hadis Abu Hurairah dan disahkan syeikh Al-Albani dalam silsilah sahihnya:”
المؤمن يألف و يؤ لف ، و لا خير فيمن لا يألف و لا يؤلف ، و خير الناس أنفعهم للناس
Orang mukmin itu dekat (familiar kepada manusia) dan dekat (di hati manusia), tiada kebaikan dalam diri seseorang yang tidak dekat (familiar dengan manusia) dan manusia pun tidak dekat (familiar) dengannya, dan sebaik-baik manusia adalah yang paling besar manfaatnya bagi orang lain”.
* * *
Orang beruntung adalah orang yang selalu belajar dari kesalahan. Orang merugi adalah orang yang tidak mau disalahkan dan tidak pernah mau belajar dari kesalahan.
Orang seperti ini akan selalu menyalahkan manusia ketika menjauh darinya. Mengumpat dan mendamprat orang yang tidak bisa dekat dengannya.
Dalam benaknya semua orang bersalah dan tidak baik memperlakukannya. Kejam dan zalim terhadapnya. Tidak punya perasaan dan tidak ada toleransi.
Dia tidak pernah “mengkaji diri” bahwa boleh jadi orang tersebut tidak nyaman dengan sikapnya. Tidak merasa aman dari perangainya yang tidak bersahabat. Tidak mau jadi bahan “maf’ul bih” sebagai pelengkap penderita.
Pada prinsipnya akhlak itu dalam ilmu nahwu adalah sesuatu yang “mu’rab” bisa berubah. Ia bukan “mabni” yang tidak dapat diubah.
Jangan katakan: “sudah jadi tabiat saya seperti ini”, saya temperamen, saya sensitif, saya sulit bergaul, saya tak butuh teman…dst.
Tabiat binatang saja bisa dirubah, karakter makhluk buaspun bisa dibina, mengapa menganggap karakter anda “mabni” padahal ia mu’rab..??
* * *
Dalam pergaulan hidup ini jangan selalu lihat akibat, tapi pelajarilah sebab. Bak kata pepatah: “Tiada api tanpa asap” maka bercermin dirilah anda dalam melihat sikap manusia pada anda. Ia menjauh mungkin pernah anda goreskan luka di hatinya, ia tidak berani mendekat mungkin karena pernah anda kecewakan dalam hidupunya. Ia tidak rela berkunjung bukan tak mau, cuma merasa khawatir saja dengan lintasan peristiwa masa lalu denganmu.
So…banyak-banyaklah berkaca dan kaji diri anda. Jangan terlalu sibuk melihat “kuman di sebrang lautan hingga gajah di pelupuk matapun tak tampak”. Terlampau banyak melihat aib orang hingga aib diripun lepas dari pantauan.
Orang baik itu adalah orang yang selalu introspeksi diri, menghitung-hitung cela di badan, daripada terus melihat aib yang ada di orang. Bila “awak tak pandai menari, jangan katakan lantai bergoyang”.
—————–
* Jum’at nan berkah
Madinah,26 Rabiul Akhir 1437 H/ 05 Feb 2016
Abu Fairuz