Belajar Merunduk

Gelar, titel, jabatan, harta, pengaruh, pengikut adalah hal yang membuat orang jadi jumawa dan ingin selalu didepan membusungkan dada.

Semua ujian di atas, sudah sukses menjungkir balikkan posisi dan kedudukan, Firaun, Haman, Qarun di mata Allah Rabbil ‘alamin. Begitu jugalah nasib para penerus mereka hingga akhir zaman.

Orang mulia di sisi Allah, bukan orang yang hidup bergelimang harta, bermandikan perak dan emas permata, bukan pula orang berpangkat tinggi berbintang lima, jadi raja-diraja.

Orang mulia di mata Allah adalah yang hidup berhias takwa, berpakaian tawadhu, berselimut qanaah dan ridho.

Standar hakiki menimbang manusia itu mulia atau hina di langit sana, bukan di dunia fana. Siapa yang dianggap mulia di langit sana dialah yang mulia meski di dunia terhina. Siapa yang dicap di langit hina, maka dialah yang terhina di dunia walau agung di mata manusia.

Tak usah terlalu bangga dengan gelar dan kedudukanmu di mata manusia, siapa tahu engkau yang paling terhina di langit sana.

Rundukkan dirimu, engkaulah makhluk yang terhina sekiranya Allah tak memuliakanmu. Tak berguna semua atribut keduniaanmu di hadapan keagungan Allah Empunya petala langit dan bumi.

Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan dalam hadis yang disepakati keduanya dari jalur Abu Hurairah, Rasulullah berkata yang maknanya : ”tidak ada bayi yang bisa berbicara dalam buaian sang ibu kecuali tiga orang saja… ketiga, seorang bayi sedang menyusu pada ibunya, lewatlah seseorang yang menunggang kendaraannya yang tampak mewah dan berpenampilan bagus. Sang ibu berkata, “Ya Allah! Jadikanlah anakku seperti orang itu.” Lalu sang bayi melepas susu ibunya dan memandang orang itu seraya berkata, “Ya Allah! Jangan jadikan aku seperti orang itu!”

Kemudian dia kembali menyusu kepada ibunya lagi. Aku melihat Rasulullah –ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam– mempraktekkan anak yang sedang menyusu tersebut dengan mememasukkan jari telunjuknya ke mulutnya dan beliau hisap.

Kemudian beliau melanjutkan perkataannya “Lalu lewat lagi seorang budak wanita yang sedang dipukul orang-orang seraya berkata, “Engkau telah berzina dan mencuri, sedangkan wanita tersebut hanya berkata, “hasbiyallāhu wa ni’mal wakīl.” Maka sang ibu berkata, “Ya Allah! Jangan jadikan anakku seperti dia.” Lalu anak itu melepas susuannya dan memandang ibunya, kemudian dia berkata, “Ya Allah! Jadikanlah aku seperti dia.”

Maka ibu dan anak itu saling berbicara. Sang ibu berkata, “Ketika ada orang yang berpenampilan bagus, aku berdoa, Ya Allah! Jadikan puteraku seperti dia”, engkau katakan, “Ya Allah! Jangan jadikan aku seperti dia.” Lalu ketika ada seorang budak wanita yang sedang dipukuli seraya mereka berkata, “Engkau telah berzina dan mencuri” Lalu aku berdoa, “Ya Allah! Jangan jadikan puteraku seperti dia”. Lalu engkau berkata, “Ya Allah! Jadikan aku seperti dia?!”

Anak itu berkata, “Laki-laki itu adalah orang yang angkuh, maka aku berdoa, “Ya Allah! Jangan jadikan aku seperti dia.” Sedangkan terhadap orang yang kalian katakan, “Engkau telah berzina dan mencuri, dia tidak berzina dan tak mencuri. Maka aku berdoa, “Ya Allah! Jadikan aku seperti dia”.

Hadis di atas menjelaskan bahwa pandangan kasat mata manusia selalu tertipu dengan yang zahir, terluput dari yang batin, dan yang zahir itu tak selalu sama dengan yang batin.

Orang mukmin terbaik adalah mukmin yang batinnya lebih baik dari zahirnya, dan mukmin yang baik adalah yang zahir dan batinnya sama.

Seburuk-buruk manusia adalah yang zahirnya lebih buruk dari batinnya, dan di bawahnya adalah yang zahirnya sama buruknya dengan batinnya.

Allahul musta’an.

————
Hotel Hilton Nusa Dua Bali, 28 Jumadil Ula 1444/ 22 Des 2022

Abu Zubair My.