Bila Tanah Suci Tak Kuasa Mensucikan

Tanah suci memang tidak dapat mensucikan seseorang. Iman dan amal sholeh sajalah yang dapat mensucikan sesorang dan mengangkat derajatnya.

Betapa kerinduan mengunjungi Mekah membuat berderai tangisan membasahi pipi hamba Allah yang beriman ketika mellihat orang-orang yang berangkat melaksanakan ibadah Haji ataupun umrah.

Membayangkan betapa indahnya perjalan spritual menuju Rumah Allah, berthawaf mengelilingi Ka’bah, bersa’i antara Shofa dan Marwa, mabit di Muzdalifa dan Mina, berwukuf di padang Arafah… namun semuanya terasa hanyalah sebuah mimpi di siang bolong, yang hampir-hampir mustahil bagi mereka dengan segala keterbatasan biaya.

Bahkan dengan modal sepeda seorang pemuda berkebangsaan Cina dan Rusia, nekat melintasi negeri-negeri hingga mencapai Baitullah. Bahkan seorang tua renta berumur 56 tahun nekat berjalan berbulan-bulan hingga dapat berhaji ke Baitullah.

Nikmat dapat berkunjung ke Negeri yang disucikan ini justeru banyak tidak dirasakan bagi sebagian orang yang tinggal di dalamnya. Bagaimana tidak, toh ada “Makkawi” -istilah orang-orang yang tinggal di Mekkah- yang belum pernah haji ataupun umrah seumur hidupnya.

Beberapa pemukim yang bertentangga dengan Rumah Allah itu, terkadang jarang “nongol” menampakkan mukanya sholat di Baitullahi al-haram yang nilainya setara dengan 100.000 kali sholat di masjid-masjid lain.

Tidak sedikit pula yang berhijrah menjadi pemukim legal maupun ilegal, niatan awalnya hanyalah mengejar dunia dan mengumpulkan pundi-pundi rial. Tak perlu heran jika mereka hidup bertahun di sana tidak pernah tau ada kajian para “masyayikh” yang dirindukan para penimba ilmu. Mungkin nama imam-imam diharampun luput dari benak mereka, sekelas syeikh Abdurrahman Al-‘ajlan maupun saudaranya syeikh Muhammad Al-‘ajlan pun terkadang mereka tidak tau.

Bertahun-tahun menjadi pemukim tanah haram tidak pernah mengecap indahnya bahasa Arab Fushah, apalagi mempelajari tata bahasanya berupa ilmu Nahwu dan Shorf.

Mekkah sangat menjanjikan dunia, karena segalanya dapat menjadi riyal, mulai dari bisnis travel, tukar mata uang, jasa perantara mencarikan hotel, katering, muthawwif, bisnis jual dam dan hadyu, berjual segala cinderamata dan hadiah-hadiah, sampai segala yang aneh-aneh nama dan khasiatnya. Mulai dari kurma muda, rumput fatimah, hati unta, hingga kadal mesir maupun hagar jahannam…lengkap memenuhi daftar yang dicari para jama’ah.

Tapi hanya orang yang dirahmati Allah saja yang faham bahwa Mekah menjanjikan pahala akhirat yang berlimpah, rahmat dan ampunanNya.

Apa artinya keberadaan Abu Lahab dan Abu Jahal di Mekkah yang hanya menjadi sampah yang mengotori dakwah Nabi di sana. Sama dengan sebagian orang yang hanya jadi penjahat mengotori citra kesucian Kota Mekkah. Ada yang berprofesi menjadi pencopet, pencuri uang jamaah dengan berpura menjadi peminta-minta, ada yang jadi “bodyguard” tukang “palak” jamaah dengan bisnis “menciumkan jamaah Hajarul Aswad” untuk kemudian diperas semua uang yang ada di dompetnya.

Negeri suci tidak akan pernah mensucikan seseorang, tetapi iman dan amal sholehnya jualah yang dapat mensucikannya di mata Allah.

Untuk para orang kaya yang dimudahkan umrah tiap tahunnya, untuk para muthawwif, untuk para pekerja travel yang terbiasa mengantar jama’ah pulang-pergi ke Mekkah….

Jangan jadikan perjalanan spritual anda hanyalah kebiasaan dan rutinitas yang kehilngan makna ibadah, khusuk dan syukur…

Menangislah bila airmatamu tak mampu kau tumpahkan di hadapan keagungan Rumah Allah yang begitu mulia.

———————-
Tanah Haram -Makkah, 3 Ramadhan 1438/ 29 Mei 2017

Abu Fairuz My