Manusia dan Hari

Manusia hakikatnya adalah gugusan hari-hari yang menjadi minggu, bulan dan tahun. Satu hari berlalu, berkuranglah jatah hidupnya satu hari pula, manakala ajal datang, berakhir pula hari-harinya.

Hari-hari kita di dunia ini, adalah penentu bahagia atau celakanya kita di negeri akhirat. Siapa yang lalai mengisi hari dengan ibadah dan ketaatan pada Allah, maka ia kan menyesal datang menghadap Allah tanpa membawa bekal.

Siapa yang sadar dia dicipta untuk beribadah dan menjalankan misi Tuhannya, mengerjakan perintah dan menjauhi larangan-Nya, mengimani dan membenarkan semua yang datang dari tuhannya, tidak membawa dosa kezaliman terhadap makhluk, maka dia kan berbahagaia berjumpa Rabbnya, memetik buah kebaikan dan ketaatannya di Negeri Akhirat.

HARI MANUSIA ITU HANYA TIGA

Meski gugusan hari-hari yang dimiliki manusia itu banyak jumlahnya, namun hakikat hari itu sendiri hanyalah tiga hari saja tidak lebih tak kurang.

Pertama adalah hari yang telah berlalu yang tak mungkin dirajut ulang. Segala keindahan yang pernah terjadi dan derita yang menyakitkan tinggalah kenangan yang tidak akan bisa berulang. Kewajiban mukmin adalah beristighfar dan bertaubat dari masa lalunya, menerima dengan lapang dada ketentuan takdir yang Allah gariskan, mengembalikan hak manusia dan meminta penghalalan dari apa yang pernah ia renggut, baik berupa harta, darah dan kehormatan, sambil bermuhasabah mengintropeksi diri.

Kedua adalah hari esok, yang belum tentu menjadi miliknya, hari yang ia sibuk membangun mimpi-mimpi indah untuk meraihnya, baik mimpi memperoleh harta, jabatan, kekuasaan, pengaruh, pendukung maupun wanita. Tak jarang kematian lebih cepat menjelang dari mimpi yang dikejar.

Ketiga adalah hari ini, maka hari sekarang inilah yang manusia bisa beraktifitas dan bekerja untuk mengumpul bekalnya. Namun sayangnya kebanyakan manusia begitu tergila-gila mengumpulkan bekal dunianya dan melupakan bekal akhiratnya. Bilamana kematian datang menjemput barulah muncul penyesalan yang tiada guna, ibarat “nasi telah jadi bubur”.

Karena itulah Umar bin Khattab mengingatkan kita dengan perkataan yang layak diabadikan dengan tinta emas ”hari ini (ketika hidup) adalah hari bekerja dan belum datang masanya dihisab, adapun besok (setelah mati) adalah hari hisab, perhitungan dan pada hari itu tidak bisa lagi manusia beramal”.

Kawan, mumpung hari ini kita masih hidup, mari bekerja keras mengumpulkan bekal akhirat, menyemai benih taat agar besok bilamana mati kita bisa menuai hasil apa yang kita tanam. Allahul musta’an.

Batam, 21 Shafar 1445/ 8 Sept 2023

Ahmad Ridwan My