Berkata Imam As-Shon ‘aani rahimahullah:
لئيمُ الطلبةِ وخبيثُ الحُضَّار عند العالِم : مُتتبعُ العثرات ، وكاشفُ العورات ، ودافنُ الحسنات!
“Murid yang paling hina dan paling keji, adalah murid yang jika datang menghadiri kajian gurunya, tak lain tujuannya kecuali mencari kesalahan sang guru, untuk menyingkap aibnya, dan menyembunyikan kebaikan-kebaikannya”.
Alangkah banyak murid-murid durhaka yang kelakuannya seperti ini, merekalah sebenarnya perusak keagungan ilmu. Sungguh mereka seperti yang diungkapkan pribahasa “air susu dibalas air tuba”.
Guru adalah manusia yang bisa saja khilaf dan salah. Mereka bukan malaikat dan bukan pula Nabi yang maksum dari kesalahan. Ibarat kata pepatah “tiada gading yang tak retak” .
Berkata penyair:
ومَن ذا الذي تُرضَى سجاياهُ كلُّها
كفى المرءَ نُبلاً أن تُـعَـدَّ مَـعايِـبُـه
Siapa yang perangainya tak luput dari kekhilafan…
Cukuplah sesorang dianggap mulia apabila kesalahannya dapat dihitung…
Sebaik-baik murid adalah yang menyebarkan kebaikan para gurunya dan berusaha membela kehormatan mereka bila mendengar ada yang mencela mereka.
Sejelek-jelek murid adalah yang melupakan kebaikan gurunya. Bak kata pepatah “kacang lupa dari kulitnya”. Setelah ia menyerap ilmu dari sang guru yang mengajarinya dari “alif” hingga “ya”. Mengajarinya dasar-dasar ilmu nahu dan shorof, akidah dan fikih…dst
Selepas ia pulang dari “negeri seberang”..dan setelah membawa gelar dan titel, maka orang yang pertama kali menjadi sasaran “serangan” caci maki dan “tahzirnya”…adalah gurunya yang mengajarinya, bahkan mungkin yang dulu membiayainya untuk dapat belajar ke negeri seberang, menanggung biaya hidup dan kepulangannya ke tanah air.
Persis sebagaimana ungkapan pepatah Arab yang lebih kurang maknanya:
Aku yang ajarkan ia memanah..
Tatkala ia telah mahir…
Akulah korban pertamanya.
Murid durhaka adalah murid yang melupakan jasa-jasa gurunya yang besar, hanya karena satu dua kekhilafan sang guru.
Murid durhaka adalah murid yang menzalimi gurunya, bahkan tak tau malu ketika menipu dan berdusta terhadap gurunya.
—————————————–
Mekah, 18 Zul qa’dah 1437/ 21 Agustus 2016
Abu Fairuz Ahmad Ridwan My