SOAL:
Bismillah..
Pak ust bagaimana ana menjadikan dunia sbg sarana menuju akhirat? Ana terlalu terikat dg kenikmatan dunia.
Ana tdk bs bayangkan bagaimana org yg hidupnya paling susah ketika dicelup sesaat ke surga dan dia tdk lg merasa susah hidupnya susah. Dan sebaliknya.
Hidup akn susah apabila ana selalu terikat dg kenikmatan dunia. Krn keinginan ana dan hawa nafsu tdk akn pernah ana penuhi.
JAWAB:
Kenikmatan dunia tidak tercela pak, selama tdk menjadi penghalang dari ketaatan pada Allah, Nabi dan para sahabat juga bekerja dan beraktivitas, diantara mereka ada yg menjadi hartawan, sebagaimana Usman, Abdurrahman bin Auf, ada juga yg fakir seperti Abu Zar, Abu Darda…
Namun semua mereka sepakat untuk menjadikan akhirat sebagai tujuan, dan menjadikan dunia bila mendapatkannya sekedar sarana untuk beribadah, berinfaq, menyabung silaturrahmi, menafkahi janda dan anak yatim, mendukung dakwah…
Usman pernah menyedekahkan 1/3 hartanya… utk jihad di jalan Allah..
Supaya tdk lalai dgn nikmat dunia, maka perbanyaklah menimba ilmu, berdoa, berinfaq kepada yg membutuhkan, memperbanyak mengingat akhirat dan kematian, mencari kawan-kawan yg sholeh yg mengingatkan kita dgn akhirat, yang tulus menasehati kita.
Kaya miskin dalam Islam tdk terpuji dan tercela, tetapi menyikapi keduanya orang akan menjadi tercela atau terpuji.
Bilamana ditakdirkan kaya, dia bersyukur dan menggunakan hartanya utk kebaikan, dengan hal inilah Allah memuji para pedagang yg tak lalai dengan perniagaannya.
Bilamana ditakdirkan miskin, ia bersabar dan menjadikan akhirat tumpuan harapannya.
Manakah yang paling baik bagi hamba, menjadi orang kaya yang pandai bersyukur atau miskin dan pandai bersabar?
jawabannya, yg terbaik bagi hamba adalah ridho dengan apa yang ditetapkan Allah dan pilihkan untuknya.
Wallahu a’lam
—–
Batam, 25 Zulhijjah 1442/ 4 agustus 2021
Abu Fairuz My